Industri tekstil merupakan salah satu industri yang paling intensif dalam produk kimia yang air limbahnya mengandung zat warna berbahaya, pigmen, padatan terlarut/tersuspensi, dan logam berat. Limbah-limbah yang dihasilkan suatu industri tekstil ini harus mengalami proses pengolahan sehingga dapat digunakan lagi atau dibuang ke lingkungan tanpa menyebabkan pencemaran. Untuk memastikan bahwa limbah cair yang akan dibuang ke lingkungan tidak melebihi ambang batas yang ditetapkan oleh pemerintah, industri tekstil harus melakukan pemantauan (monitoring) sesuai dengan Baku Mutu Mutu Limbah Cair Industri Tekstil menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014.
Limbah tekstil merupakan limbah cair dominan yang dihasilkan industri tekstil karena terjadi proses pemberian warna (dyeing) yang di samping memerlukan bahan kimia juga memerlukan air sebagai media pelarut. Industri tekstil merupakan suatu industri yang bergerak dibidang garmen dengan mengolah kapas atau serat sintetik menjadi kain melalui tahapan proses pemintalan (spinning) dan penenunan (weaving). Limbah industri tekstil tergolong limbah cair dari proses pewarnaan yang merupakan senyawa kimia sintetis dan mempunyai kekuatan pencemar yang kuat. Bahan pewarna tersebut telah terbukti mampu mencemari lingkungan. Zat warna tekstil merupakan semua zat warna yang mempunyai kemampuan untuk diserap oleh serat tekstil dan mudah membawa warna (kromofor) serta dapat mengadakan ikatan dengan serat tekstil (auksokrom).
Baku Mutu Air Limbah Industri Tekstil
Baku mutu dalam air limbah tekstil mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 yang disempurnakan oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah untuk Industri Tekstil. Berikut dibawah ini merupakan Tabel Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Tekstil yang ditambahkan parameter Warna dan Suhu dalam Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014.
Tabel 1. Tabel Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Tekstil (Perubahan Kedua atas PerMen LH RI No. 5 Tahun 2014)
Dalam baku mutu diatas, karakteristik air limbah industri tekstil dibagi menjadi dua yaitu karakteristik fisika dan kimia. Berikut penjelasannya:
1. Karakteristik Fisika
Karakteristik fisika ini terdiri dari beberapa parameter, diantaranya :
a. Padatan Terlarut Total / Total Suspended Solid (TSS)
TSS merupakan jumlah berat dalam mg/L kering lumpur yang ada di dalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron. Total Suspended Solid (TSS) atau padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap yang terdiri dari lumpur dan jasad renik yang berasal dari kikisan tanah atau erosi, dan umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, kotoran hewan, sisa tanaman dan sisa hewan yang sudah mati, kotoran manusia dan limbah industri yang terbawa kedalam air. Padatan tersuspensi berupa partikel-partikel yang dibawa oleh aliran air akan memengaruhi jumlah kadar TSS. Dampak TSS terhadap kualitas air dapat menyebabkan penurunan kualitas air.
b. Warna
Warna terbentuk akibat suatu bahan terlarut atau tersuspensi dalam air, disamping adanya bahan pewarna tertentu yang kemungkinan mengandung logam berat. Warna air limbah menunjukan kualitasnya, air limbah yang baru akan berwarna abu-abu, dan air limbah yang sudah basi atau busuk akan berwarna gelap. Warna tertentu dapat menunjukkan adanya logam berat yang terkandung dalam air buangan.
c. Temperatur
Temperatur menunjukkan derajat atau tingkat panas air limbah yang diterapkan kedalam skala. Temperatur merupakan parameter yang sangat penting dikarenakan efeknya terhadap reaksi kimia, laju reaksi, kehidupan organisme air dan penggunaan air untuk berbagai aktivitas sehari – hari.
2. Karakteristik Kimia
a. Kebutuhan Oksigen Biologi/ Biological Oxygen Demand (BOD)
Biochemical Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biokimia menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh bakteri dan mikroorganisme lainnya saat menguraikan bahan organik dalam air dan air limbah. BOD umumnya digunakan untuk mengukur dampak jangka pendek air limbah terhadap kadar oksigen air lingkungan seperti air sungai, danau atau laut. BOD merupakan parameter penting dalam pengolahan air, karena saat air limbah limbah dibuang ke lingkungan, air limbah tersebut dapat menjadi polutan dalam bentuk senyawa organik ke lingkungan. Konsentrasi organik yang tinggi dapat mengkonsumsi kadar oksigen terlarut dalam air, yang menyebabkan lingkungan kekurangan oksigen yang dibutuhkan oleh makhluk hidup lainnya di dalam perairan.
b. Kebutuhan Oksigen Kimia / Chemical Oxygen Demand (COD)
COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang terdapat dalam limbah cair dengan memanfaatkan oksidator kalium dikromat sebagai sumber oksigen. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses biologis dan dapat menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. COD dinyatakan dalam ppm (part per milion) atau mL O2/ liter.
c. Fenol
Fenol atau asam karbolat, atau benzenol, adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas. Senyawa fenol yang terdapat di dalam limbah cair buangan industri tekstil merupakan senyawa toksik dan sumber pencemaran lingkungan. Fenol dapat mudah masuk lewat kulit tubuh. Keracunan kronis dari fenol menimbulkan gejala gastero intestinal, sulit menelan, dan hipersalivasi, kerusakan ginjal dan hati, serta dapat menimbulkan kematian.
d. Krom Total
Krom merupakan salah satu jenis logam berat kategori sangat beracun yang dapat mengakibatkan kematian atau gangguan kesehatan yang tidak pulih dalam jangka waktu singkat.
e. Ammonia (NH3)
Ammonia adalah penyebab iritasi dan korosi, meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme dan mengganggu proses desinfeksi dengan klor. Ammonia terdapat dalam larutan dan dapat berupa senyawa ion ammonium atau ammonia tergantung pada pH larutan.
f. Sulfida
Sulfat direduksi menjadi sulfida dalam sludge digester dan dapat mengganggu proses pengolahan limbah secara biologi jika konsentrasinya melebihi 200 mg/L. Selain itu, sulfida dalam bentuk gas (hidrogen sulfida/ H2S) bersifat korosif terhadap pipa dan dapat merusak mesin.
g. Minyak dan Lemak
Minyak dan Lemak yang terdapat dalam limbah bersumber dari industri yang mengolah bahan baku mengandung minyak bersumber dari proses klasifikasi dan proses perebusan. Limbah ini membuat lapisan pada permukaan air sehingga membentuk selaput yang menutupi material yang terlarut di dalam air. Parameter ini masuk ke dalam parameter baku mutu limbah dikarenakan kandungan minyak dan lemak dalam air tergolong berbahaya untuk kehidupan akuatik maupun manusia.
h. Derajat keasaman (pH)
pH dapat mempengaruhi kehidupan biologi dalam air. Bila terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat mematikan kehidupan mikroorganisme. pH normal untuk kehidupan air adalah 6–9.
Dalam kegiatan industri, air yang telah digunakan (air limbah industri) tidak boleh langsung dibuang ke lingkungan, tetapi air limbah industri harus mengalami proses pengolahan sehingga dapat digunakan lagi atau dibuang ke lingkungan tanpa menyebabkan pencemaran. Untuk memastikan bahwa limbah cair yang akan dibuang ke lingkungan tidak melebihi ambang batas, maka pemilik industri perlu melakukan monitoring terhadap parameter-parameter di Tabel 1 dengan cara melakukan uji baku mutu limbah cair industri tekstil
Berdasarkan American Public Health Association (APHA) metode 5210, uji BOD dapat dilakukan dengan 3 metode yaitu titrasi, metode dilusi dan metode respirometrik. Metode titrasi yang dilakukan adalah secara Iodometri, sedangkan metode dilusi dilakukan dengan menggunakan DO-meter. Namun berbeda dari kedua metode ini, metode respirometrik memanfaatkan siklus pernafasan bakteri dengan mengukur tekanan gas oksigen yang ada pada tabung uji selama proses berlangsung. Secara umum, uji BOD dilakukan dengan menginkubasi sampel pada suhu 20°C selama 5 hari dan disebut sebagai BOD5.
Gambar 1. Contoh Alat BOD dengan metode respirometrik
2. Uji COD, TSS, Total Fenol, Total Krom (Cr), Total Amonia, Sulfida dan Warna
a. COD
Secara teori, parameter COD dapat diuji dengan cara titrimetri maupun spektrofotometri. Kedua metode ini telah tercantum dalam American Public Health Association (APHA) Nomor 5220 dan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 6989 Bagian 2 Tahun 2009 dan Tahun 2019. Metode titimetri dilakukan dengan tahapan refluks selama 120 menit (2 jam) pada suhu 150 oC yang dapat dilakukan secara terbuka ataupun tertutup dan dilanjutkan dengan tahap titrasi. Sedangkan metode spektrofotometri dilakukan dengan mengukur nilai COD pada sampel hasil destruksi dengan menggunakan alat spektrofotometer. Namun pada metode spektrofotometri, refluks yang bisa dilakukan hanyalah metode refluks tertutup pada suhu 150 oC selama 120 menit (2 jam).
Pada metode spektrofotometri, saat ini analis dapat melakukan pengujian COD denganmenggunakan reaktor khusus COD, reagen khusus COD dan spektrofotometer yang telah dibekali program khusus untuk analisa COD. Berikut adalah tampilan dari reagen dan alat - alat analisa COD.
Gambar 2. Tampilan Alat dan Reagen untuk Analisis COD (a) Reaktor COD (b) Reagen Khusus COD (c) Alat Spektrofotometer
b. Total Suspended Solid (TSS)
USEPA dan Sandar nasional Indonesia (SNI) Nomor 6989 Bagian 3 Tahun 2019 menetapkan metode gravimetri menggunakan oven untuk penentuan TSS. Namun terdapat juga metode fotometrik menggunakan spektrofotometer atau colorimeter untuk penentuan TSS menggunakan panjang gelombang 810 nm.
c. Uji fenol
Pengujian parameter fenol dapat dilakukan secara spektrofotometri berdasarkan SNI 06-6989.21-2004.
d. Total Krom
Pengujian total krom ini dapat menggunakan spektrofotometer dengan menggunakan panjang gelombang 540 nm.
e. Ammonia
Amonia digunakan baik sebagai reagen dan sebagai parameter pengukuran di beberapa area pengolahan air dan air limbah. Penentuan kadar ammonia dapat dilakukan dengan metode fenat dengan menggunakan spektrofotometer.
f. Sulfida
Dalam standar USEPA, pengujian kadar sulfida dalam air limbah dapat menggunakan spektrofotometer. Panjang gelombang yang digunakan dalam pengujian sulfat adalah 665 nm.
g. Warna
Menurut SNI 6989.80:2011, pengujian warna dalam air limbah dapat dilakukan secara spektrofotometri pada panjang gelombang 450 nm – 465 nm dengan menggunakan larutan standar Pt-Co. Pengukuran nilai warna sebenarnya (true color) berdasarkan hukum Beers
Pengujian COD, TSS, Total Fenol, Total Krom (Cr), Total Amonia, Sulfida dan Warna (Color PtCo) dapat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer sinar tampak/ spektrofotometer visible. Pengujian dengan menggunakan spektrofotometer ini mudah dilakukan dan dapat menghasilkan hasil yang akurat.
Gambar 3. Contoh Alat Spektrofotometer
3. Uji pH
Pengukuran pH limbah cair industri tektil dapat dilakukan dengan menggunakan elektroda pH dan meter pengukur pH. Namun, perlu diperhatikan bahwa karakteristik limbah cair industri tekstil yang beragam seperti mengandung senyawa organik, sulfida dan logam berat, maka diperlukan elektroda yang memiliki performance tinggi yang khusus digunakan untuk sampel limbah cair industri tekstil.
Gambar 4. Meter dan Elektroda pH khusus untuk Limbah Cair Tekstil
American Public Health Association (APHA). Standard Method 5210 : Biochemical Oxygen Demand”
Badan Standardisasi Nasional. 2019. Standar Nasional Indonesia Nomor 6989 tentang “Air dan Air Limbah - Bagian 2 : Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/ COD)”
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah.
SAKA. 2021. Uji Baku Mutu Limbah Cair Industri Tekstil. SAKA; Jakarta.
SAKA. 2022. Baku Mutu Air Limbah Industri Kelapa Sawit. SAKA: Jakarta
SAKA. 2022. Optimalisasi Uji Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biochemical Oxygen Demand (BOD). SAKA: Jakarta
SAKA. 2022. Uji Minyak dan Lemak (Oil and Grease) pada Air Limbah. SAKA: Jakarta
Wijayanti, MS. 2022. Air Limbah Laboratorium, Universitas Sriwijaya: Palembang