Sumber Aneka Karya Abadi - Your trusted partner for laboratory instrument

Search
Optimalisasi Kultur Sel di Rumah Sakit

Optimalisasi Kultur Sel di Rumah Sakit

Monday, 03 October 2022

Apa saja faktor yang perlu diperhatikan untuk melakukan kutur sel? Faktor-faktor yang memengaruhi agar tercapai substrat yang ideal bagi pertumbuhan sel diantaranya adalah tonisitas, suhu, pH, garam anorganik, asam amino, karbohidrat, vitamin dan protein. Disisi lain, fase gas pun menjadi faktor dari berhasilnya kultur sel yang dilakukan, dimana komposisi utama gas yang digunakan adalah gas oksigen dan gas karbon dioksida. Selain itu, faktor lain yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan media pertumbuhan kultur yaitu fase gas. Komposisi utama gas adalah oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2). Oleh karena itu, penggunaan inkubator biasa tidak sesuai untuk digunakan dalam melakukan kultur sel, inkubator yang tepat untuk digunakan adalah inkubator CO2 yang dapat meng-supply gas CO2 maupun O2 juga dapat mengatur humidity agar keadaan lingkungan pertumbuhan sesuai dengan yang dibutuhkan sel yang dikultur.

Pertumbuhan Sel

Kultur sel merupakan proses saat sel hidup ditempatkan ke dalam suatu media yang dapat membantu sel tersebut berkembang biak secara in vitro. Kultur sel dapat berupa kultur sel primer maupun cell line. Kultur sel primer merupakan kultur yang dimulai dari sel, jaringan, organ yang diperoleh langsung dari organisme asalnya, sedangkan cell line adalah kultur yang diperoleh dari subkultur pertama dari kultur primer. Kultur sel ini dilakukan guna untuk menumbuhkan sel dan melihat proses pertumbuhan sel yang akan diaplikasikan untuk berbagai tujuan. 

Pertumbuhan sel dilakukan dengan cara mitosis yaitu suatu aktivitas sel untuk membagi nukleus dan sitoplasma menjadi dua, melalui proses yang dimulai dari interfase, profase, metafase, anafase, dan telofase. Untuk dapat mendukung terjadinya proses mitosis, diperlukan persyaratan dari media kultur yang disesuaikan dengan media kehidupan sel atau lingkungan sel secara in vivo atau setidaknya mendekatinya. Selain itu, faktor-faktor yang perlu memengaruhi agar tercapai subtrat yang ideal bagi pertumbuhan sel yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut. 

a. Tonisitas

Tonisitas merupakan factor yang cukup kritis terutama hubungannya dengan proses masuknya bahan-bahan kimia menembus membran sel yang diatur oleh tekanan osmotic dari setiap sisi membran sel. Sel-sel mamalia memiliki tekanan osmotic sebesar 7,6 atmosfer dengan batas toleransi sebesat 10%.

b. Suhu

Sel mamalia mampu bertahan hidup pada rentang suhu yang lebar, suhu optimal agar sel mampu melakukan fungsinya secara efisien pada suhu antara 36-38,5°C. sel akan cepat rusak pada suhu sedikit melebihi suhu optimal, sebaliknya pada penurunan suhu yang gradual sampai mencapai suhu -180°C sel akan bertahan hidup untuk jangka waktu yang sangat Panjang dan dapat dikembangbiakkan Kembali. Sel yang disimpan pada suhu antar 30-33°C proses metabolisme sel tetap terjadi, tetapi sel tersebut tidak dapat membelah, hal ini bertahan sampai beberapa minggu.

c. pH

Tiap jenis sel mempunyai pH optimal pertumbuhan yang berbeda-beda, tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa pH optimal bagi pertumbuhan sel adalah 7,2 dan bagi cell line pada pH 7,4 sedangkan pada pH antara 6,8-7,6 sel masih mampu untuk membelah, beberapa cell line fibroblast menunjukkan pertumbuhan terbaiknya pada pH antara 7,4-7,7 dan sel yang mengalami transformasi tumbuh baik pada pH antara 7,0-7,4, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa sel epidermal tumbuh baik pada pH 5,5. Sebagai indikator dari pH digunakan fenol merah (phenol red) yang akan berwarna merah pada pH 7,4, berwarna oranye pada pH 7,0 dan berwarna kuning pada pH 6,5 serta merah keunguan pada pH 7,6 dan berwarna ungu pada pH 7,8.

d. Garam Anorganik

Disamping untuk memilihara isotonisitas, garam anorganik kemungkinan juga diperlukan sebagai komponen enzim intraseluler dan system respiratori sel. Ion esensial bagi pertumbuhan sel di antaranya: natrium, kalium, kalsium, magnesium, besi, karbonat, fosfat dan sulfat.

e. Asam Amino

Sel memerlukan asam amino guna sintesis protein dan asam nukleat.

f. Karbohidrat

Digunakan sebagai sumber energi, dan karbohidrat yang banyak digunakan dalam media kultur adalah glukosa, di samping galaktosa dan gula-gula yang lain.

g. Vitamin

Vitamin bertindak sebagai ko-enzim (katalis) dalam metabolisme sel dan vitamin esensial terutama dari golongan vitamin B.

h. Protein

Molekul besar protein dipecah terlebih dahulu oleh enzim ekstraseluler sebelum dimanfaatkan oleh sel.

Faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan media pertumbuhan kultur di anataranya sebagai berikut.

1) Fase Gas
Fase gas merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan media pertumbuhan kultur. Komposisi utama gas adalah oksigen dan karbondioksida. Kebutuhan oksigen bagi kultur sel sangat bervariasi, terutama apabila dilakukan kultur sel dan kultur organ. Oksigen di atmosfer atau bahkan dengan tekanan oksigen yang rendah sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan kultur sel, sebaliknya kultur organ memerlukan fase oksigen sebesar 95% O2. Diperkirakan pemberian selenium pada media kultur berhubungan dengan tekanan oksigen di samping untuk membantu mengurangi jumlah radikal bebas yang berasal dari oksigen. Kebutuhan oksigen meningkat apabila kultur tanpa protein serum atau lebih dikenal dengan serum-free media. Kedalaman media kultur memengaruhi difusi oksigen untuk mencapai sel, oleh karenanya dianjurkan untuk menggunakan media dengan kedalaman sebesar 0,2-0,5 ml/cm2 pada kultur diam (static culture). Sedangkan untuk peran karbondioksida lebih kompleks dibandingkan dengan oksigen karena adanya kerja yang saling berkaitan antara CO2 terlarut, pH, dan konsentrasi HCO3­-. Hampir semua media menggunakan konsentrasi bikarbonat dan tekanan CO2 untuk mencapai pH dan osmolalitas yang benar. Pemakaian buffer Good’s seperti: HEPES dan Tricine dalam media kultur diperkirakan untuk mengurangi ketergantungan pemakaian CO2 sehingga tidak lagi memerlukan CO2 guna menstabilkan pH. ternyata dugaan tersebut tidak benar karena walaupun telah digunakan buffer HEPES 20 mM dan mampu megontro pada pH fisiologis, ternyata tiadanya CO2 atmosfer akan mendorong reaksi kimia yang mengeliminasi CO2 larut dan HCO3­- meninggalkan media, akibatnya terjadi hambatan pertumbuhan sel kultur. selain itu, dianjurkan juga untuk menggunakan HCO3­ dan CO2 di samping buffer HEPES.

Pemberian natrium piruvat ke dalam media kultur dimaksudkan untuk meningkatkan produksi CO2 endogen, akibatnya tidak tergantung pada CO2 eksogen dan HCO3­-  contohnya medium Leibovitz L15 mengandung natrium piruvat dosis tinggi (550 mg/L) tanpa penambahan natrium bikarbonat dan pemberian CO2. natrium piruvat dapat diganti dengan natrium gliserofosfat yang lebih tahan terhadap autoklaf, tanpa memerlukan CO2 dan HCO3­-. Dalam praktiknya, apabila mengerjakan kultur menggunakan wadah terbuka dengan konsentrasi sel yang rendah harus diinkubasikan di dalam inkubator CO2. Jika sel yang dikultur konsentrasinya sangat rendah, misalnya pada kloning, mutlak harus dengan penambahan CO2, walaupun menggunakan wadah yang tertutup rapat. pada kultur sel dengan konsentrasi sel yang tinggi, tidak diperlukan penambahan CO2 jika menggunakan wadah tertutup rapat, teteapi jika menggunakan wadah terbuka, masih perlu penambahan CO2. Apabila di dalam kultur memproduksi asam yang banyak dan produksi CO2 endogen juga tinggi, dianjurkan untuk membuka tutup wadah agar gas CO2 keluar, tetapi juga dianjurkan untuk menambahkan buffer HEPES guna menstabilkan pH.

2) Buffer (Dapar)

Buffer yang paling banyak digunakan adalah buffer bikarbonat, walaupun kapasitas buffernya rendah pada pH fisiologis, akan tetapi toksisitasnya juga rendah, harganya murah dan dapat digunakan sebagai nutrisi dalam kultur. HEPES mempunyai kapasitas buffer yang sangat kuat pada rentang pH 7,2-7,6 dan banyak digunakan pada konsentrasi 10 atau 20 mM.

3) Osmolalitas

Umumnya kultur sel toleran terhadap perubahan tekanan osmotik. Osmolalitas plasma manusia sekitar 290 mOsm/kg dan mencit 310 mOsm/kg sehingga dalam praktik osmolalitas diatur pada 260-320 mOsm/kg yang dapat diterima oleh hampir semua kultur sel. Medium kultur yang sedikit hipotonik sangat baik untuk kultur yang dilakukan dalam cawan petri guna mengkompensasi terjadinya penguapan selama inkubasi.

4) Tekanan Permukaan dan Busa

 Tekanan permukaan dari suatu medium kultur diperlukan untuk mendukung perlekatan dari kultur primer pada permukaan wadah. Pada kultur suspensi yang gas CO2 ditambahkan akan menyebabkan terjadinya busa dari serum yang digunakan, dianjurkan untuk menambahkan silicone anti-foam ke dalam medium. terjadinya busa menyebabkan peningkatan denaturasi protein dan risiko terjadinya kontaminasi.

5) Viskositas

Viskositas suatu medium tidak banyak memengaruhi pertumbuhan sel, akan tetapi kalau pertumbuhan sel dalam bentuk suspensi (suspension culture), viskositas diperlukan agar sel terdispersi merata dan mengurangi kerusakan sel karena benturan antara sel. untuk meningkatkan viskositas medium pada kultur suspensi diperlukan penambahan PVP (polyvinil pyrolidone) atau CMC (carboxy methyl cellulose).

 

Kultur Sel Primer

Bahan Kultur dapat berasal dari jaringan normal, embrionik dan jaringan malignan. Pertama-tama jaringan dipisahkan dan dikumpulkan secara aseptik. Secara umum metode untuk pemisahan sel untuk kultur adalah secara mekanik, enzimatis dan menggunakan chelating agents. Begitu jaringan teragregasi, sel segera dikumpulkan dan dihitung jumlah sel yang hidup dan dibuat suspensi dan dikultur selama 24 jam. Adapun langkah-langkah Kultur Sel Primer akan dijabarkan lebih lanjut di bawah ini.

1. Isolasi Sel untuk Kultur

Pengerjaan isolasi sel dilakukan di dalam kabinet laminar flow. Bahan embrio dipotong dan bagian tubuh embrio diambil dan dipindahkan ke dalam cawan petri yang baru kemudian dibilas beberapa kali dengan larutan BSS. Selanjutnya embrio dipotong-potong sampai menjadi ukuran kira-kira sebesar 1 mm3 dengan menggunakan scalpel steril. Kemudian potongan embrio dipindahkan ke dalam tabung sentrifus dengan pipet steril, dan disuspensikan dengan larutan BSS dan dibiarkan mengendap dan dilakukan secara berulang sebanyak 3-4 kali. setelah itu, potongan embrio dipindahkan ke dalam erlenmeyer steril dan dimasukkan larutan tripsin 0,25% dalam 1mM EDTA, lalu diputar dengan menggunakan stirerr dan magnetic bar pada 200 rpm selama 30 menit pada suhu 36,5°C (dapat juga dilakukan inkubasi dingin dengan merendam potongan embrio di dalam larutan tripsin selama 6-18 jam pada suhu 4°C guna mengurangi kerusakan sel karena aktivitas enzim). Potongan embrio dibiarkan mengendap, bagian supernatan dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifus, dan diputar pada kecepatan 500 rpm selama 5 menit. Selanjutnya endapan sel disuspensikan dengan media pertumbuhan yang mengandung 10% Foetal Bovine Serum (FBS) dan disimpan pada suhu dingin. Sedangkan sisa potongan embrio ditambahkan larutan tripsin yang baru dan dikerjakan sekali lagi seperti cara sebelumnya. Suspensi sel yang terkumpul dilakukan perhitungan jumlah sel menggunakan hemositometer dan pengecatan trypan blue. Pada suspensi sel yang dihitung hanyalah sel-sel yang hidup (viable cells) yang ditandai dengan tidak diabsorpsinya warna biru dari trypan blue.   

2. Cara mengkultur Sel

Suspensi sel yang telah memiliki kepadatan sel sebanyak 2 x 105 sel/ml dipindahkan ke dalam botol/tabung kultur dan diinkubasikan pada suhu 37°C di dalam inkubator. Selama inkubasi, dilakukan pengamatan perubahan warna pada media kultur, apabila warna media berubah menjadi warna kuning artinya terjadi penurunan pH yang diakibatkan oleh pertumbuhan sel atau dapat juga terjadinya kontaminasi mikroba. Apabila terjadinya kontaminasi, maka kultur yang terkontaminasi dapat dibuang, dan kultur yang tidak terkontaminasi tetapi terjadinya perubahan warna dapat diganti dengan media yang baru. Penggantian media baru pada tahap awal inkubasi kultur primer umumnya dilakukan pada interval waktu 2-4 jam sekali. Kultur yang baik, setelah diinkubasi selama 12-24 jam akan dicapai 100% confluent, artinya seluruh permukaan bawah botol kultur telah dipenuhi oleh pertumbuhan sel monolayer. Ada 4 faktor yang mengindikasikan diperlukannya penggantian media kultur yaitu penurunan pH, konsentrasi sel, tipe sel dan morfologi sel.     

Cell line

Subkultur (passage, transferred) pertama dari suatu kultur primer akan menghasilkan cell line. Istilah cell line menunjukkan adanya jalur sel (cell lineage) baik dalam bentuk fenotip yang sama maupun berbeda, dan apabila salah satu jalur sel tersebut diseleksi, misalnya dengan cara kloning, pemisahan secara fisik atau dengan cara teknik pemisahan yang lain akan diperoleh sel dengan sifat spesifik tertentu yang dikenal dengan istilah "the bulk of the cells" sel yang demikian dinamakn cell strain, jika cell strain dapat disubkultur sampai jumlah yang sangat besar, maka dinamakan continuous cell strain.

Untuk melakukan subkultur, umumnya sel dilepas dari dinding wadah dengan cara tripsinasi. Beberapa jenis sel tidak dapat dikelupas menggunakan tripsin, untuk itu perlu mencari enzim yang sesuai, misalnya menggunakan pronase, dispase, atau kolagenase. Subkultur dilakukan di dalam kabinet laminar flow, medium kultur dituang dan dibuang. lapisan sel dicuci dengan larutan PBSA untuk menghilangkan sisa-sisa serum, supaya tidak mengganggu kerja tripsin. Kemudian ditambahkan larutan tripsin (3ml/25 cm2), digoyang-goyang sampai semua larutan tripsin membasahi lapisan sel, didiamkan pada suhu kamar selama 15-30 detik, kemudian larutan tripsin dituang. Diinkubasi beberapa menit sampai sel terkelupas dan dapat diamati dengan mata telanjang dan segera ditambahkan medium kultur yang mengandung serum agar aktivitas tripsin terhenti, dengan menggunakan pipet sel didispersi menjadi suspensi sel dalam media kultur. Kemudian dihitung jumlah sel menggunakan hemositometer atau coulter counter, kemudian dibuat perkiraan untuk dijadikan berapa botol subkultur yang akan dikerjakan. Setelah itu dibagi-bagikan ke dalam botol kultur dan ditambahkan medium kultur yang baru dalam jumlah yang sesuai dan dimasukkan ke dalam inkubator. Setelah satu jam inkubasi, dilakukan pemeriksaan perubahan pH yang terjadi. Jika pH medium naik, pengaliran gas CO2 dilakukan ke dalam inkubator (gunakan inkubator CO2) dengan 5% gas CO2.

 

Pemilihan Inkubator CO2 untuk Mengoptimalisasi Kultur Sel

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa inkubator CO2 sangat diperlukan dalam melakukan kutur sel hal ini guna untuk mengkondisikan keadaan yang sesuai dengan keadaan sebenarnya. CO2 juga sangat penting dibutuhkan dalam kultur sel guna menjaga pH medium kultur sehingga tidak mengalami kerusakan kultur. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih inkubator CO2 yaitu:

  1. Memilih inkubator CO2 yang tersedia dalam berbagai ukuran sehingga memudahkan user memilih yang sesuai dengan kebutuhan di laboratorium. Misalnya tersedia dalam volume 56 L, 107 L, 156 L, dan 241 L. 
  2. Inkubator CO2 baiknya mudah untuk digunakan atau dioperasikan oleh user dan memiliki display yang mudah dimengerti dan dibaca untuk melakukan pengontrolan.
  3. Inkubator CO2 baiknya berbahan stainless steel yang berkualitas dan mudah dibersihkan.
  4. Inkubator CO2 baiknya memiliki double door agar menghindari kontak langsung media kultur dengan lingkungan luar ketika dipantau.
  5. Inkubator yang digunakan harus dapat meng-supply gas CO2 dan O2 yang dapat disalurkan langsung ke dalam  `
  6. Memiliki CO2 dan O2 kontrol yang memudahkan user dalam memantau.
  7. Memiliki range kontrol supply CO2 dan O2 yang luas dan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan user, misalnya 0-20% CO2.
  8. Memiliki range suhu yang sesuai dengan kebutuhan kultur sel, misalnya 18-50°C.
  9. Memiliki range humidity yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan, misalnya 40-97% rh. Ataupun jika parameter humidity tidak dibutuhkan, maka parameter ini dapat dinonaktifkan pada inkubator.
  10. Memiliki alarm visual dan akustik dalam mengontrol supply CO2 dan O2 juga humidity apabila melebihi pengaturan yang diinginkan.
  11. Memiliki program sterilisasi pada inkubator. Sehingga memudahkan user dalam melakukan sterilisasi inkubator. misalnya terdapat program sterilisasi pada suhu 180°C selama 2 jam (60 menit).

Adapun contoh inkubator CO2 yang tepat untuk digunakan dalam melakukan kultur sel dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Inkubator CO2

 

Aplikasi Kultur Sel di Rumah Sakit

Adapun beberapa aplikasi yang dilakukan dengan menggunakan teknik kultur sel adalah sebagai berikut.

1. Kultur Virus dalam Pembuatan Vaksin  

Kultur virus di rumah sakit biasanya diperuntukkan dalam produksi virus untuk vaksin. Untuk memproduksi virus dalam jumlah yang besar sebagai bahan baku vaksin virus atau bahan reagensia/antigen virus, teknik kultur sel merupakan jawaban yang paling tepat karena dengan cara memodifikasi teknik kultur akan diperoleh jumlah sel kultur yang sangat besar yang siap untuk diinokulasi dengan virus guna menghasilkan virus yang sangat besar. kelebihan teknik kultur sel dalam memproduksi virus, di samping dapat diperoleh bahan virus dalam waktu yang singkat, juga diperoleh virus yang relatif murni tanpa kontaminasi dengan mikroorganisme yang lain. 

2. Riset Kanker 

Kultur sel memegang peran yang sangat besar dalam mempelajari mekanisme onkogenesis dan pola pertumbuhan dari sel-sel maligna. Cell line yang berasal dari berbagai macam sel kanker telah berhasil dikultur sejak beberapa tahun silam dan dari keberhasilan membuat cell line teramati juga alur biokimia spesifik dari pertumbuhan sel. kultur sel dan kultur organ telah banyak digunakan untuk mendeteksi sifat-sifat karsinogenik dari berbagai macam substansi, misalnya sifat karsinogenik dari fraksi tar tembakau dipelajari dengan menggunakan kultur organ dari paru dan trakhea. Perbedaan pola kromosom antara sel normal dan sel maligna dipelajari menggunakan teknik kultur sel. Pengujian secara in vitro di sini dimaksudkan untuk mengetahui sifat sitotoksik atau metastatik dari obat-obatan yang diduga berkhasiat antikanker. bahkan dengan teknik kultur sel dapat pula diamati mekanisme kerja obat antikanker. Pengobatan kanker dengan cara imunisasi juga memanfaatkan teknik kultur sel, sel kanker dari penderita tersebut diisolasi, dikultur dan diperbanyak secara in vitro, kemudian diinaktivasi dengan penyinaran, selanjutnya disuntikkan kembali ke dalam tubuh penderita untuk memperoleh antibodi spesifik terhadap sel-sel kanker tersebut. Peran yang sangat besar dari kultur sel dalam pengobatan kanker ditunjukkan dalam pengobatan kanker menggunakan TIL (Tumor Infiltrated Lymphocytes) dan LAK (Lymphokine Activated Killer). 

3. Uji Imunologis

Hampir sebagian besar uji imunologis in vitro menggunakan teknik kultur sel sebagai sarana pengujiannya karena semua sel imunokompeten baik dalam suspensi tunggal maupun campuran dengan sel imunokompeten yang lain dapat dikultur secara in vitro dan dengan penambahan bahan pembantu seperti stimulator, faktor pertumbuhan atau antigen tertentu dapat diamati aktivitas dari fungsi sel imunokompeten tersebut.

4. Pengujian Parasitologi dan Toksikologi

Kutur sel dapat digunakan untuk pengujian terhadap toksin bakteri, misalnya toksin dari Clostridium histoliticum menyebabkan terjadinya vakuolisasi yang merata dan menyebabkan bentuk sel yang tidak beraturan, sedangkan toksin yang berasal dari Clostridium oedematiens menyebabkan terjadinya piknotik inti dan kontraksi sitoplasmik. Toksisitas obat dapat pula ditentukan dengan menggunakan teknik kultur sel bahkan keuntungannya dibandingkan dengan menggunakan hewan percobaan adalah dapat dilakukan secara massal, hasil yang uniform, penanganannya mudah dan kemungkinan dapat diobservasi sampai ke level seluler. Dengan teknik kultur sel indikasi level toksik dari suatu obat dapat diamati, misalnya pada konsentrasi tertentu obat tersebut menimbulkan kerusakan seluler, tetapi apabila diberikan pada konsentrasi lebih kecil berindikasi menghentikan pertumbuhan sel saja. Teknik kultur sel juga digunakan untuk menentukan aktivitas spesifik dari hormon dan vitamin, misalnya konsentrasi oestrogen dapat diukur menggunakan kultur organ dari mencit muda, sedangkan kadar kortison dapat diukur menggunakan eksplant dari kelenjar limfe. efek dari vitamin A terhadap jaringan tulang rawan digunakan sebagai cara mengukur aktivitas vitamin tersebut, sedangkan untuk mengetahui aktivitas vitamin B digunakan kultur dari fibroblas.

Salah satu metode kultur sel yang diperuntukkan untuk identifikasi diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 7822.1-2013 tentang Identifikasi Rhabdovirus carpio - Bagian 1: Metode kultur sel.  

5. Studi Fisiologis

Teknik kultur sel terutama kultur organ dimanfaatkan dalam mengungkap berbagai mekanisme fisiologis dari organ tubuh, misalnya kutur organ dari anggota badan embrio ayam (cultured chick embryonic limbs) digunakan untuk membuktikan bahwa three-day-old limb bud yang dikultur dalam media plasma proses pertumbuhannya sama dengan proses yang terjadi dalam telur (in vivo), begitu juga pertumbuhan femora dari embrio umur 5 hari, sehingga kultur tulang femur dari embrio ayam tersebut sering digunakan untuk mengevaluasi proses terjadinya kerusakan tulang karena dapat dibuktikan pula bahwa aktivitas enzim fosfatase dalam kultur tulang sama dengan proses yang terjadi in vivo.

6. Uji Material Dental

Suatu material dental sebelum digunakan di klinik atau sebelum dipasarkan harus memalui berbagai macam pengujian di antaranya adalah Styles' cell transformation test, cytotoxicity test yang semuanya menggunakan teknik kultur sel. Pengujian ini dilakukan untuk mengamati aktivitas karsinogenik dari material dental.

 

Referensi:

Ma'at, S. 2019. Teknik Dasar Kultur Sel. Airlangga University Press

Badan Standar Nasional Indonesia (SNI). 2013. Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 7822.1-2013 tentang Identifikasi Rhabdovirus carpio - Bagian 1: Metode kultur sel  

 

Previous Article

Mengenal Rotary Evaporator

Wednesday, 01 February 2023
VIEW DETAILS

Next Article

Uji Kekeruhan Air Limbah

Thursday, 13 October 2022
VIEW DETAILS