Tahukah Anda Batasan jumlah cemaran mikroba yang menjadi indikator pencemaran susu sapi segar? Susu merupakan salah satu produk pangan hewani yang mengandung nilai gizi yang baik untuk dikonsumsi manusia. Namun, hampir semua komponen pada susu juga merupakan nutrisi yang mudah ditumbuhi bakteri. Bakteri yang terdapat pada susu dapat berasal dari sapi maupun dari lingkungannya. Kualitas susu akan menurun jika terdapat bakteri yang dapat menyebabkan pembusukan pada susu. Adapun indikator pencemaran bakteri pada susu sapi segar adalah Total Plate Count (TPC) 1x106 CFU/ml, Staphylococcus aureus 1x102 CFU/ml dan Enterobacteriaceae 1x103 CFU/ml, batasan ini diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 3141.1 Tahun 2011. Untuk itu, artikel ini akan membahas tentang apa saja kandungan gizi susu sapi segar, syarat mutu susu sapi segar dan cara identifikasi dan pemeriksaan jumlah total bakteri sebagai indikator pencemaran susu sapi segar.
Kandungan Gizi Susu Sapi Segar
Dirangkum oleh Nilaigizi.com kandungan gizi susu sapi segar per 100 g BDD (berat dapat dimakan) dijabarkan pada Tabel 1 di bawah ini
Tabel 1. Kandungan Gizi Susu Sapi Segar
Pentingnya nilai gizi yang terkandung dalam susu sapi segar maka produsen perlu memastikan bahwa susu sapi segar yang diproduksi mempunyai mutu yang sesuai dengan yang disyaratkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 3141.1 Tahun 2011 untuk menghindari penurunan mutu atau kualitas bahkan kerusakan pada susu sapi segar.
Tabel 2. Syarat Mutu Susu Sapi Segar
Bakteri pada Susu
Bakteri dalam susu dapat berasal dari sapi itu sendiri atau dari luar. Adanya aktivitas bakteri dalam susu dapat menyebabkan susu menjadi asam, dan mempunyai rasa dan bau yang kurang baik. Namun ada bakteri yang menguntungkan yang dapat digunakan untuk fermentasi susu. Kelompok bakteri yang sering mengkontaminasi pangan termasuk susu meliputi Pseudomonodaceae, Bacillaceae, Enterobacteriaceae, Lactobacillaceae dan Sreptococcaceae, serta Micrococcaceae.
1. Enterobacteriaceae
Golongan bakteri Enterobacteraceae merupakan sekelompok besar dari bakteri gram negatif yang tidak berspora dan berbentuk batang kecil. Beberapa genus Enterobacteriaceae penting diperhatikan bagi kesehatan masyarakat karena dapat menimbulkan wabah keracunan pangan dan penyakit infeksi yang ditularkan melalui makanan yang cukup serius. Beberapa genus Enterobacteriaceae meliputi:
a) Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk pendek (kokobasil), berukuran 0,4-0,7µm, bersifat anaerob fakultatif dan mempunyai flagella peritrikal. Bakteri ini banyak ditemukan didalam usus manusia sebagai flora normal. Escherichia coli biasanya juga terdapat dalam alat pencernaan hewan. Selain itu selain pada air, Escherichia coli sering digunakan sebagai indikator kualitas sanitasi dalam susu. Bakteri ini selalu dihubungkan dengan penyakit diare pada manusia dan sering ditemukan dalam feses, bakteri ini juga dapat menimbulkan penyakit infeksi saluran kemih, sepsis dan meningitis.
b) Shigella
Shigella merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, berukuran 0,5- 0,7µm x 2-3µm dan tidak berflagel, tidak membentuk spora, bila ditanam pada media agar akan tampak koloni yang konveks, bulat, transparan dengan pinggiran yang utuh. Shigella biasanya terdapat dalam alat pencernaan hewan, selain itu Shigella juga dapat menyebabkan kerusakan pada susu melalui udara, debu, alat pemerahan, maupun dari manusia. Biasanya disentri basiler atau shigellosis adalah penyakit infeksi usus akut yang disebabkan oleh Shigella.
c) Klebsiella
Klebsiella merupakan kelompok bakteri gram negatif, berbentuk batang, non motil, mempunyai kapsul, dan koloni sangat berlendir, koloni besar sangat mukoid dan cenderung bersatu pada pergerakan yang lama, meragikan laktosa dan banyak karbohidrat, negatif terhadap tes merah motil. Seperti halnya Escherichia coli, Klebsiella merupakan bakteri yang sering digunakan dalam uji sanitasi air maupun susu. Klebsiella terdapat dalam saluran nafas dan feses pada sekitar 5 % orang normal. Bakteri ini dapat menyebabkan pneumonia, infeksi saluran kemih, dan peradangan saluran nafas.
d) Enterobacter
Enterobacter merupakan bakteri aerob berbentuk batang pendek, bersifat gram negatif membentuk rantai, mempunyai kapsul kecil, motil dengan flagel peritrik, pada media padat koloni bersifat kurang mukoid dan cenderung menyebar keseluruh permukaan, dapat membentuk asam dan gas. Enterobacter tidak merupakan flora normal di dalam saluran pencernakan, dapat hidup bebas serta menyebabkan infeksi saluran kemih dan sepsis
2. Pseudomonas
Pseudomonas adalah bakteri aerob tetapi dapat mempergunakan nitrat dan arginin sebagai elektron dan tumbuh sebagai anaerob yang berbentuk batang, gram negatif, bergerak dengan flagel polar, satu atau lebih, ukuran 0,8-1,2µm. Beberapa galur memproduksi pigmen larut air, tumbuh baik pada temperature 37°C sampai 42°C. Bakteri Pseudomonas biasanya terdapat dalam air susu mentah yang belum dipasteurisasi. Selain itu juga menjadi sumber kontaminasi pada puting susu secara langsung oleh manusia. Pseudomonas terdapat dalam flora usus normal dan kulit manusia dalam jumlah kecil. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi pada orang yang mempunyai ketahanan tubuh yang menurun, yaitu penderita luka bakar, orang yang sakit berat atau dengan penyakit metabolik atau orang yang sebelumnya memakai alat-alat bantu kedokteran seperti kateter (pada penderita infeksi saluran kemih) dan respirator (pada penderita pneumonia).
Identifikasi dan Pemeriksaan Jumlah Total Bakteri
Identifikasi dan pemeriksaan jumlah total bakteri pada susu sapi segar dilakukan dengan prosedur yang sesuai dengan SNI Nomor 2897 Tahun 2008 yang meliputi pengujian Angka Lempeng Total (ALT) atau Total Plate Count (TPC), pengujian Most Probable Number (MPN) Eschericia coli, pengujian jumlah Staphyloccoccus aureus dan Uji pertumbuhan Salmonella.
1. Angka Lempeng Total (ALT) atau Total Plate Count (TPC)
Uji Angka Lempeng Total (ALT) atau Total Plate Count (TPC) dilakukan untuk mengkonfirmasi keberadaan dan jumlah mikroba yang terdapat dalam suatu produk dengan cara menghitung koloni bakteri yang tumbuh pada media agar. Adapun media yang dibutuhkan pada uji ALT atau TPC adalah Plate Count Agar (PCA) dan Buffered Pepton Water (BPW) 0.1%.
Persiapan sampel dengan pengenceran 10-1 dilakukan dengan menambahkan larutan Buffered Pepton Water (BPW) 0,1% yang berisi sampel dan dihomogenkan, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan seterusnya sesuai kebutuhan dengan menambahkan larutan BPW 0,1% pada larutan pengenceran 10-1. Selanjutnya suspensi dari setiap pengenceran dimasukkan kedalam cawan petri secara duplo dan ditambahkan Plate Count Agar (PCA) yang telah didinginkan hingga suhu 45⁰C pada masing-masing cawan petri dan dicampur dengan cara melakukan pemutaran cawan dengan arah ke depan dan ke belakang atau membentuk angka delapan dan didiamkan hingga menjadi padat. Setelah itu diinkubasi dalam inkubator pada suhu 34⁰C – 36⁰C selama 24 jam atau 48 jam dengan posisi cawan terbalik.
Berikutnya setelah diinkubasi selama 24 jam atau 48 jam pada inkubator dilakukan perhitungan jumlah koloni pada setiap seri pengenceran dengan menggunakan colony counter.
2. Pengujian Most Probable Number (MPN) Eschericia coli
Pengujian Most Probable Number (MPN) Eschericia coli dilakukan dengan beberapa tahapan uji yaitu uji pendugaan, uji peneguhan dan isolasi-identifikasi melalui uji biokimia indole, methyl Red, Voges-Proskauer dan Citrate (IMViC).
3. Pengujian jumlah Staphyloccoccus aureus
Pengujian jumlah Staphyloccoccus aureus dilakukan dengan menghitung cawan secara sebar pada permukaan media. Pengujian ini selalu disertai dengan menggunakan kontrol positif. Pertama-tama 1 ml sampel dari pengenceran 10-0 dipindahkan ke dalam 9 ml BPW untuk mendapatkan pengenceran 10-1 kemudian dibuat juga pengenceran 10-2, 10-3 dan seterusnya. Kemudian tuang 15 sampai 20 ml media BPA yang sudah ditambahkan dengan egg yolk tellurite emulsion sebanyak 5 ml ke dalam 95 ml media BPA pada masing-masing cawan yang akan digunakan dan dibiarkan sampai memadat. Lalu 1 ml suspense dari setiap pengenceran diinokulasikan masing-masing 0,4 ml, 0,3 ml dan 0,3 ml pada tiga cawan petri yang berisi media agar BPA. Setelah itu suspense sampel diratakan di atas permukaan media agar dengan menggunakan batang gelas (hockey stick) dan dibiarkan hingga suspense terserap. Selanjutnya cawan diinkubasikan pada temperatur 35⁰C selama 45 jam sampai 48 jam di dalam inkubator dengan posisi terbalik.
Setelah 45 jam sampai 48 jam diinkubasi di dalam inkubator, jumlah koloni dihitung dengan menggunakan colony counter. Cawan petri yang mengandung jumlah koloni 20 sampai dengan 200 dipilih dan dicatat jumlah koloni yang mempunyai ciri-ciri koloni S. aureus. Adapun ciri-ciri khan S. aureus yaitu bundar, licin, halus, cembung dengan diameter 2 mm sampai dengan 3 mm, berwarna abu-abu sampai hitam pekat, dan dikelilingi zona opak, dengan atau tanpa zona luar yang terang (clear zone). Tepi koloni S. aureus berwarna putih dan dikelilingi daerah yang terang. Konsistensi S. aureus seperti mentega atau lemak jika disentuh dengan ose. Kemudian satu atau lebih koloni S. aureus diambil dan dilakukan uji identifikasi. Uji identifikasi S. aureus dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu pengecatan gram, uji koagulase, dan dilakukan perhitungan koloni dengan menggunakan colony counter.
i. Pengecatan gram
Pengecatan gram dilakukan pada satu atau lebih koloni dan akan terlihat bakteri berbentuk kokus berwarna ungu (yang berarti gram positif), bergerombol seperti anggur atau dapat terlihat hanya satu bakteri.
ii. Uji koagulase
Satu atau lebih koloni yang diduga S. aureus diberi 0,2 ml sampai 0,3 ml BHIB dan dihomogenkan. Kemudian suspensi sebanyak satu ose penuh diambil dari BHIB dan digoreskan pada agar miring TSA. Selanjutnya diinkubasikan pada temperature 35⁰C selama 18 jam sampai dengan 24 jam di dalam inkubator. Lalu 0,5 ml koagulase plasma kelinci (koagulase rabbit plasma) yang mengandung EDTA ditambahkan ke dalam suspense BHIB yang telah diinkubasi di dalam inkubator dan kemudian dihomogenkan dan diinkubasikan Kembali pada temperature 35 C selama 6 jam dan diamati setiap jam apakah adanya penggumpalan. Hasil uji koagulase positif S. aureus ditandai dengan adanya penggumpalan. Setelah itu dilakukan perhitungan dengan menghitung koloni-koloni dari cawan petri yang menunjukkan koloni khas S. aureus menggunakan colony counter dan dikalikan dengan faktor pengencerannya.
4. Uji pertumbuhan Salmonella
Uji pertumbuhan Salmonella dilakukan pada media selektif dengan pra-pengayaan (pre-enrichment), dan pengayaan (enrichment) yang dilanjutkan dengan uji biokimia dan uji serologi. Pra-pengayaan dilakukan dengan cara menimbang sejumlah sampel dengan menggunakan timbangan analitik dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer atau wadah yang telah disterilkan dengan menggunakan oven atau autoklaf dan diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 35⁰C selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan pengayaan dimasukkan kedalam media Tetra Tionate Broth (TTB) dan media Rappapport Vassiliadis (RV) dan diinkubasikan dengan menggunakan inkubator. Setelah diinkubasi, koloni yang telah diinkubasi pada media-media pengayaan diambil dan diinokulasikan pada media Hektoen Enteric (HE) Agar, Xylose Lysine Deoxycholate (XLD) Agar dan Bismuth Sulfite Agar (BSA) dan diinkubasikan lagi dalam inkubator pada suhu 35⁰C selama 24 jam. Kemudian koloni yang tumbuh diamati dengan melihat warna koloni yang terinterpetrasi pada media. Pada media HE, koloni Salmonella menunjukkan warna hijau kebiruan dengan atau tanpa titik hitam. Sedangkan pada media XLD, koloni Salmonella memperlihatkan warna merah muda dengan atau tanpa titik mengkilat atau terlihat hampir seluruh koloni Salmonella berwarna hitam. Selain itu, pada media Bismuth Sulfite Agar (BSA) koloni Salmonella terlihat keabu-abuan atau kehitaman, kadang metalik, juga media disekitaran koloni berwarna coklat dan semakin lama waktu inkubasi di dalam inkubator akan berubah menjadi warna hitam. Kemudian dilakukan identifikasi dengan menginokulasikan koloni yang diduga dari ketiga media diatas kedalam media Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dan Lysine Iron Agar (LIA) dan diinkubasikan di dalam inkubator pada suhu 35C selama 24 jam dan dilihat hasil reaksinya.
Berikutnya dilakukan uji biokimia yaitu dengan menguji urease, uji indole, uji Voges-Proskauer (VP), uji Methyl Red (MR), uji citrate, uji Lysine Decarboxylase Broth (LDB), uji Kalium Cyanida (KCN), uji gula yang meliputi phenol red dulcitol broth atau purple broth base dengan 0,5% dulcitol, uji malonate broth, uji phenol red lactose broth, dan uji phenol red sucrose broth. Setiap pengujian dilakukan dengan menginkubasi sampel di dalam inkubator pada suhu 35⁰C selama 24 jam. Kemudian dilakukan identifikasi dengan menginokulasikan koloni yang diduga dari ketiga media
Setelah itu, dilakukan pengujian serologi yang meliputi uji polyvalent somatic (O) dan uji polyvalent flagelar (H) yang mana sampel koloni dari TSIA atau LIA hasil uji urease diinokulasikan ke dalam media Brain Heart Infusion Broth (BHIB) dan diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 35⁰C selama 4 jam sampai dengan 6 jam atau diinokulasikan ke dalam media Trypticase Soy Tryptose Broth (TSTB) diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 35⁰C selama 24 jam. Setelah diinkubasi kemudian ditambahkan sejumlah larutan garam fisiologis berformalin (formalinized physiological saline) ke dalam media kultur dan ditambahkan antigen, kemudian dipindahkan ke dalam tabung serologi dan diinkubasikan di dalam waterbath pada suhu 48⁰C sampai dengan 50⁰C dan dilakukan pengamatan setiap 15 menit bilamana terjadi penggumpalan selama 1 jam. Hasil uji menunjukkan positif Salmonella apabila terjadi penggumpalan.
Referensi:
https://nilaigizi.com/gizi/detailproduk/1061/nilai-kandungan-gizi-susu-sapi-segar
Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 3141.1 Tahun 2011 tentang Susu segar Bagian 1: Sapi
Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 2897 Tahun 2008 tentang metode pengujian cemaran mikroba dalam daging, telur, susu, serta hasil olahannya