
Apa peran protein dalam sektor industri pangan (F&B)? Pada ranah makanan, kadar protein perlu ditentukan sebagai informasi kadar gizi produk pada label pangan olahan sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh BPOM. Namun protein tidak hanya ditentukan pada sektor makanan, melainkan juga untuk kategori produk minuman seperti bir dan minuman bersoda. Hal ini karena kadar protein juga memainkan peran penting dalam penentuan karakteristik produk yang dihasilkan.
Kadar protein yang terlalu tinggi dapat menyebabkan tekstur biskuit yang dihasilkan menjadi keras dan mungkin sulit untuk dikunyah. Sebaliknya, kadar protein yang terlalu rendah pun dapat menyebabkan tekstur biskuit/ produk panggang justru terlalu lembut hingga sulit untuk dicetak. Pada aplikasi lainnya seperti minuman berenergi dan bersoda, protein justru ditambahkan guna membantu pembentukan otot, yang kini seringkali dilirik oleh kebanyakan orang yang menginginkan bentuk tubuh yang ideal.
Lain halnya dengan produk - produk yang telah dipaparkan diatas, protein justru sangat menentukan 2 parameter kualitas yang penting pada produk bir, yaitu stabilitas dan rasa. Dari segi stabilitas, protein memiliki peran dalam menentukan stabilitas busa serta derajat keasaman (pH) produk bir yang sangat erat kaitannya dengan umur simpan produk. Protein yang biasanya digunakan adalah jenis protein yang kaya prolina. Prolina akan berinteraksi pada polifenol yang terkandung dalam bir dan membentuk suatu kabut, yang menyebabkan turbiditas pada produk bir. Tentu terdapat kadar ideal protein yang telah ditentukan oleh manufaktur pada saat formulasinya untuk mencegah terlalu tinggi atau terlalu rendahnya kadar protein yang dapat menyebabkan turunnya kualitas produk dan berdampak pada biaya produksi.
Tingginya protein pada bir dapat menyebabkan interaksi antara prolina dan polifenol semakin banyak. Hal ini berdampak baik pada stabilitas foam yang terbentuk yang mana foam pada bir akan semakin stabil. Namun, turbiditas produk bir akan semakin tinggi yang mengakibatkan tampilannya menjadi kurang menarik. Selain itu tingginya kadar protein justru membuat komponen volatil lebih mudah menguap yang membuat rasa bir menjadi hambar. Pada proses manufaktur, terlalu banyaknya penambahan protein just mempersulit proses filtrasi dan memperbesar cost produksi.
1. Tahap Destruksi (Digestion Step)
Sejumlah sampel dimasukkan ke dalam tabung uji, kemudian ditambahkan dengan asam sulfat dan katalis. Katalis ini terdiri dari kalium sulfat yang ditambahkan dengan tembaga sulfat dan selenium. Sampel kemudian dipanaskan hingga fasa nya berubah menjadi larutan. Dalam tahap ini protein dalam sampel pangan olahan ataupun protein tambahan telah mengalami denaturasi dan berubah menjadi ion ammonium (NH4+).
Pada tahap ini digunakan Alat Digester yang dapat memanaskan sampel pada suhu 420oC. Hal ini karena destruksi metode Kjeldahl dilakukan pada suhu 420oC yang memungkinkan terdegradasinya seluruh hidrokarbon pada sampel dan berubah menjadi gas karbon dioksida (CO2) dan uap air (H2O). Persamaan reaksi yang terjadi dituliskan sebagai berikut :

Katalis yang umumnya digunakan pada tahap destruksi adalah K2SO4 atau Na2SO4. Namun pada aplikasi tertentu, penambahan logam justru dapat diaplikasikan guna mempercepat proses destruksi sampel. Contohnya seperti tembaga (Cu) yang dapat diaplikasikan pada hampir semua jenis sampel. Namun untuk sampel - sampel khusus, justru perlu digunakan logam lainnya seperti Selenium (Se) dan Titanium oksida (TiO2).
2. Tahap Destilasi (Distillation Step)
Pada tahap ini, ion ammonium (NH4+) direaksikan dengan larutan natrium hidroksida (NaOH) yang distimulasi sehingga menghasilkan gas amonia (NH3). Gas ini kemudian dikondensasikan dan ditangkap oleh cairan penangkap yang terbuat dari asam borat yang telah ditambahkan larutan indikator. Khusus untuk aplikasi ini, larutan indikator yang direkomendasikan adalah campuran larutan indikator dari metil merah (methyl red) dan bromkresol hijau (bromocresol green). Umumnya, destilat yang dihasilkan akan berwarna hijau. Catatan pentingnya setelah destilat dihasilkan, analis diwajibkan melakukan penentuan kadar secepat mungkin.
Instrumen yang digunakan pada tahap ini adalah Alat Destilator Kjeldahl yang dapat menjalankan proses destilasi dengan optimal. Meskipun cara konvensional masih dapat digunakan, namun untuk manufaktur dengan skala sampel yang cukup banyak justru dinilai sudah tidak relevan. Banyak industri yang beralih pada instrumen Destilator Kjeldahl yang semi otomatis atau bahkan Alat Destilator yang sepenuhnya otomatis dan telah dilengkapi dengan titrator.
Alasannya adalah durasi waktu yang digunakan, mengingat destilasi konvensional membutuhkan waktu ber-jam- jam sedangkan cara modern dengan Alat Destilator Kjeldahl hanya membutuhkan waktu 3 menit untuk proses destilasinya. Lebih dari itu, Alat Destilator Kjeldahl dengan titrator bahkan hanya membutuhkan waktu 5 menit untuk destilasi, titrasi hingga perhitungan, yang mana semuanya dilakukan otomatis oleh sistem. Hasil akan muncul pada display dalam beberapa satuan yakni % Nitrogen, % Protein, mg Nitrogen, serta mg Nitrogen / 100 gram.

3. Tahap Titrasi dan Penentuan Kadar (Titration and Calculation)
Hasil destilat yang diperoleh kemudian ditentukan kadarnya dengan cara titrasi menggunakan larutan asam sulfat, sehingga dihasilkan warna merah yang merupakan titik akhir reaksi. Kadar kemudian dapat dihitung melalui rumus berikut :

Keterangan :
V sampel adalah Volume HCl/ H2SO4 yang diperlukan untuk menitar hasil Destilasi sampel
V Blanko adalah Volume HCl/H2SO4 yang diperlukan untuk menitar hasil Destilasi larutan blanko
0.05 N adalah Molaritas atau konsentrasi Asam yang digunakan untuk menitar sampel
Faktor konversi adalah faktor rujukan yang didasarkan oleh jenis sampel, dilihat pada Tabel rujukan

Setelah kadar % Nitrogen dihitung, kadar protein dalam sampel dapat ditentukan dengan mengalikan nilai tersebut dengan faktor referensi. Setiap produk pastinya memiliki faktor yang berbeda - beda, faktor konversi beberapa sampel dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Faktor Referensi Penentuan Kadar Protein Produk
| Jenis Sampel | Faktor Konversi |
| Almond | 5,18 |
| Susu dan Produk Olahan Susu | 6,38 |
| Tepung (Wheat Flour) | 5,70 |
| Kelapa dan sejenisnya | 5,30 |
| Sampel umum | 6,25 |
Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan Alat konvensional seperti buret kaca dengan catatan user perlu meminimalisir kesalahan paralaks yang terjadi. User pun wajib menggunakan Alat Buret kaca yang telah terkalibrasi. Alternatifnya, jika sampel yang perlu dianalisis terlalu banyak, maka cara konvensional ini tidak relevan untuk diterapkan. Alternatifnya, sistem pembacaan otomatis baik dengan menggunakan Alat titrator otomatis ataupun Alat Destilator otomatis yang dilengkapi titrator dapat dipertimbangkan.
Gambar 1. Rangkaian Instrumentasi Uji Protein Metode Kjeldahl (A) Alat Digester dan Scrubber dan (B) Alat Destilator Kjeldahl Full-Automatic
Dari pemaparan yang diberikan diatas, dapat disimpulkan bahwa kadar protein sangat berpengaruh pada karakteristik sampel. Tidak hanya tentang nutrisi, melainkan juga tentang tekstur dan spesifikasi yang ditargetkan oleh manufaktur. Oleh karena itu, monitoring terhadap kadar protein pada pangan olahan sangat direkomendasikan guna menjaga integritas produk serta memenuhi regulasi yang dipersyaratkan.