Produk frozen food (makanan beku) semakin populer di kalangan masyarakat karena kepraktisannya, daya simpan yang panjang, serta kemudahan dalam distribusi. Namun, meskipun disimpan pada suhu rendah, produk frozen food tetap berisiko tercemar mikroorganisme apabila proses produksi, penyimpanan, atau distribusinya tidak sesuai dengan standar kebersihan (hygiene standard). Oleh karena itu, pemerintah melalui Standar Nasional Indonesia (SNI) menetapkan batas cemaran mikroba untuk menjamin keamanan dan mutu produk frozen food.
Proses pembekuan bertujuan menghambat aktivitas enzim dan pertumbuhan mikroba dengan menurunkan suhu bahan pangan hingga di bawah titik beku air. Pada suhu -18°C atau lebih rendah, kebanyakan bakteri, kapang, dan khamir tidak dapat berkembang biak. Namun keadaan ini tidak membuat mikroorganisme mati, melainkan dalam keadaan tidur (dorman). Ketika suhu naik (misalnya saat thawing), mikroba tersebut dapat aktif kembali dan mempercepat proses pembusukan.
Jenis Mikroba yang Umum Ditemukan dan Batas Cemaran Mikroba Berdasarkan SNI pada Produk Frozen Food
Beberapa mikroorganisme patogen dan pembusuk yang sering menjadi perhatian dalam produk frozen food antara lain:
Menurut SNI 7388:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan, setiap jenis produk memiliki batas yang berbeda tergantung pada bahan utama dan cara pengolahannya. Berikut beberapa contoh batas cemaran pada produk frozen food yang umum di pasaran:
Tabel 1. Batas cemaran pada produk frozen food
Jenis Produk Frozen Food |
Cemaran Mikroba yang Diuji |
Batas Maksimum (CFU/g) |
---|---|---|
Daging ayam beku |
Total Plate Count (TPC) |
≤ 1 × 106 |
E. coli |
≤ 1 × 10¹ |
|
Salmonella |
Negatif/25 g |
|
Daging sapi beku |
TPC |
≤ 1 × 106 |
E. coli |
≤ 1 × 10¹ |
|
Salmonella |
Negatif/25 g |
|
Produk olahan beku (nugget, sosis) |
TPC |
≤ 1 × 105 |
S. aureus |
≤ 1 × 10² |
|
Salmonella |
Negatif/25 g |
|
Produk perikanan beku |
TPC |
≤ 5 × 105 |
Vibrio parahaemolyticus |
≤ 1 × 10² |
|
Salmonella |
Negatif/25 g |
Beberapa faktor utama yang menyebabkan peningkatan cemaran mikroba pada produk frozen food meliputi:
Mengetahui batas cemaran mikroba pada produk frozen food merupakan langkah awal dalam menjamin keamanan pangan. Namun, penetapan batas tersebut tidak akan bermakna tanpa adanya pengujian laboratorium yang akurat dan terstandar untuk menilai sejauh mana produk memenuhi kriteria tersebut. Oleh karena itu, setelah memahami nilai ambang cemaran yang diizinkan berdasarkan SNI dan regulasi terkait, perlu dilakukan pengujian cemaran mikroba secara rutin. Pengujian ini berfungsi untuk mendeteksi keberadaan mikroorganisme patogen maupun indikator kebersihan, sekaligus memastikan bahwa seluruh proses produksi, penyimpanan, dan distribusi produk frozen food berjalan sesuai prinsip higiene dan keamanan pangan.
Pengujian Cemaran Mikroba pada Produk Frozen Food
Pengujian cemaran mikroba merupakan langkah penting untuk memastikan keamanan dan mutu produk frozen food sebelum dipasarkan. Meskipun proses pembekuan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, bakteri tidak mati sepenuhnya dan dapat kembali aktif bila suhu naik selama penyimpanan atau distribusi. Oleh karena itu, pengujian cemaran mikroba rutin perlu dilakukan sesuai dengan standar nasional.
Menurut SNI 2897:2008 dan SNI 7388:2009, parameter utama yang diuji pada produk frozen food meliputi Total Plate Count (TPC) atau disebut juga dengan Angka Lempeng Total (ALT) sebagai indikator jumlah mikroba hidup, Escherichia coli sebagai indikator sanitasi, serta patogen berbahaya seperti Salmonella sp., Staphylococcus aureus, dan Listeria monocytogenes.
Proses pengujian dimulai dari pengambilan sampel secara aseptik, diikuti dengan pembuatan pengenceran bertingkat dan penanaman pada media selektif seperti PCA, XLD agar, atau Baird Parker agar. Inkubasi dilakukan pada suhu dan waktu tertentu (umumnya 35–37°C selama 24–48 jam) di dalam inkubator, kemudian koloni yang tumbuh dihitung dalam satuan CFU/g (colony forming unit per gram) menggunakan colony counter. Sedangkan untuk konfirmasi bakteri patogen, dapat dilakukan uji biokimia seperti IMViC, koagulase, atau bahkan metode PCR.
Hasil pengujian dibandingkan dengan batas maksimum yang ditetapkan SNI. Misalnya, untuk produk olahan beku seperti nugget ayam, batas TPC adalah ≤1×105 CFU/g, E. coli ≤1×101 CFU/g, dan Salmonella harus negatif/25 g sampel. Bila hasil melebihi ambang batas, produk dinyatakan tidak layak edar dan perlu dilakukan investigasi terhadap proses produksi maupun penyimpanan.
Selain cara pengujian yang sesuai dengan prosedurnya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan analis dalam melakukan uji cemaran mikroba yaitu:
1. Meminimalisir kesalahan formulasi. Seperti kesalahan penimbangan sampel dan bahan media. Oleh karena itu, sebaiknya analis menggunakan neraca analitik yang nilai akurasinya memiliki penyimpangan terkecil.
2. Meminimalisir kesalahan interpertasi hasil yaitu dengan cara meminamilisir kesalahan dalam pembuatan media, seperti media gagal memadat, nilai pH media yang tidak sesuai atau pengukuran nilai pH pada suhu yang salah, warna media abnormal, media yang terkontaminasi, pemakaian bahan media yang expired sehingga dapat mengganggu kondisi kultur, dan lain sebagainya.
3. Menggunakan inkubator dan waterbath yang thermostable dengan range suhu yang memiliki rentang yang mencapai 35°C sampai dengan 50°C. Selain itu inkubator dan waterbath yang digunakan juga memiliki rentang waktu inkubasi yang lama yaitu bisa mencapai 4 jam sampai dengan 96 jam. Hal ini guna memudahkan analis agar tidak membutuhkan banyak unit inkubator dan waterbath yang digunakan dalam uji cemaran mikroba karena dapat disesuaikan dengan pengaturan suhu dengan rentang yang mewakili suhu uji cemaran mikroba untuk setia jenis mikroba yang diuji.
4. Penggunaan air untuk pembuatan media dan air yang digunakan pada waterbath dan autoklaf adalah air yang sesuai dengan spesifikasi air yang dianjurkan pabrikan sehingga meminimalisir kontaminasi dari air yang digunakan.
5. Menggunakan teknik aseptik yang tepat sehingga kultur uji tidak mudah terkontaminasi.
6. Menggunakan colony counter dalam melakukan perhitungan koloni agar dapat memudahkan user dan menghindari kesalahan jumlah perhitungan
7. Menggunakan oven atau autoklaf yang thermostable untuk sterilisasi glassware yang akan digunakan selama pengujian.
8. Sterilisasi ruangan pengujian yang tidak terkontrol sehingga dapat mengkontaminasi kultur.
Contoh alat-alat yang dapat digunakan dalam pengujian cemaran mikroba dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini
Gambar 1. Alat-alat yang digunakan dalam uji cemaran mikroba
Dengan demikian, pemilihan dan penggunaan alat-alat dalam pengujian cemaran mikroba yang sesuai sangat menentukan keakuratan hasil pengujian pada produk frozen food. Peralatan seperti inkubator, autoklaf, oven, neraca analitik, waterbath, colony counter serta media dan instrumen pendukung lainnya harus digunakan sesuai prosedur dan dikalibrasi dengan baik agar hasil yang diperoleh benar-benar mencerminkan kondisi mikrobiologis produk frozen food yang diuji. Kesalahan dalam pemilihan atau penggunaan alat dapat menyebabkan hasil uji tidak akurat dan berpotensi menimbulkan kesalahan dalam penilaian keamanan pangan.
Referensi:
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2009. SNI 7388:2009 – Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan.
BPOM RI. 2021. Peraturan Kepala BPOM Nomor 13 Tahun 2021 tentang Persyaratan Keamanan Pangan Olahan.
Codex Alimentarius. 2020. General Principles of Food Hygiene (CXC 1-1969).
Jay, J.M. 2000. Modern Food Microbiology. Aspen Publishers, Maryland.
FAO/WHO. 2022. Microbiological Risk Assessment Series.