Tantangan apa saja yang pernah Anda alami dalam uji BOD? Beberapa tantangan ini mungkin pernah Anda alami, diantaranya perlakuan pada sampel sebelum treatment yang dinilai agak ‘tricky’, durasi inkubasi yang cukup panjang, tipe air yang perlu digunakan, hingga metode dan alat yang seperti apa yang perlu dipertimbangkan. Lalu apa saja yang perlu dilakukan untuk mencegah gagalnya pengujian BOD? Artikel ini akan membahas beberapa kendala yang berkaitan dengan uji BOD beserta dengan solusinya.
Uji kebutuhan oksigen biologi (KOB) atau yang lebih dikenal dengan biochemical oxygen demand (BOD) adalah salah satu parameter wajib ukur untuk air limbah. Alasan utamanya adalah untuk mencegah kerusakan lingkungan akibat persaingan kebutuhan oksigen. Persaingan kebutuhan oksigen ini dapat terjadi jika kadar zat organik yang terdapat dalam air limbah cukup besar, maka oksigen yang terlarut dalam air akan habis sebagian besarnya untuk menguraikan partikel - partikel tersebut. Akibatnya, jumlah oksigen yang terdapat dalam air tidak cukup untuk menopang kehidupan akuatik seperti untuk respirasi maupun fotosintesis. Syarat nilai BOD pun dicantumkan dalam beberapa peraturan untuk baku mutu air limbah yakni pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.21 Tahun 2018, Nomor 68 Tahun 2016 dan Nomor 5 Tahun 2014.
Berdasarkan American Public Health Associations (APHA) 5210 tentang biochemical oxygen demand (BOD), uji bod dapat dilakukan dengan menggunakan 3 metode, yakni metode titrimetri secara iodometri, metode dilusi atau elektrometri menggunakan elektroda dissolved oxygen (DO) dan metode respirometrik. Ketiganya memiliki prinsip dan cara analisa yang berbeda. Metode titrimetri dan metode dilusi memiliki prinsip dasar yang sama, yakni membandingkan kadar oksigen terlarut (dissolved oxygen/ DO) pada saat sebelum inkubasi dan setelah proses inkubasi selesai.
Pada metode titrasi, oksigen terlarut dalam sampel akan mengoksidasi ion mangan (II) sehingga berubah menjadi bilangan oksida yang lebih tinggi (mangan (IV)) yang akan direaksikan dengan iodin (I2), yang mana nilai oksigen terlarut ini ekuivalen terhadap larutan iodin yang dibutuhkan. Volume titran yang digunakan kemudian dicatat sehingga nilai kadar atau sisa kadar oksigen dapat dihitung. metode dilusi dilakukan dengan menggunakan alat DO meter. Nilai BOD kemudian dihitung dengan rumus.
Berbeda dari keduanya, metode respirometrik mengukur nilai BOD secara langsung yakni dengan mengukur tekanan gas oksigen yang dikonsumsi oleh bakteri aerob. Tentunya alkali hidroksida dibutuhkan pada metode ini untuk menangkap gas buang hasil respirasi bakteri aerob, sehingga Perbedaan dari ketiga metode ini secara prinsip, kebutuhan dan cara pengerjaannya diinformasikan pada Tabel 1.
Parameter | Metode Titrimetri | Metode Dilusi | Metode Respirometri |
Teknik Pengujian | Titrasi | Menggunakan elektroda secara elektrokimia | Menggunakan Alat respirometer/ manometer |
Prinsip Metode | Perbandingan nilai Dissolved Oxygen (DO) pada saat sebelum dan setelah proses inkubasi | Perbandingan nilai Dissolved Oxygen (DO) pada saat sebelum dan setelah proses inkubasi | Pengukuran nilai BOD dari hari 0 (nol) hingga hari ke -n dari proses respirasi bakteri yang diinkubasi |
Reagen yang Dibutuhkan | Larutan Mangan Klorida, larutan Kalium Iodida, indikator amilum | Larutan Nutrien, Air dilusi, larutan benih bakteri | Larutan Nutrien, Air dilusi, larutan benih bakteri |
Waktu Inkubasi | Minimal 5 hari | Minimal 5 hari | Minimal 5 hari |
Alat Yang digunakan | Buret dan peralatan kaca, atau titrator otomatis | Alat DO meter | Alat BOD sensor atau |
Pembacaan Nilai pada Alat | Berupa miniskus volume pada buret kaca atau nilai mV pada titrator otomatis | Berupa sisa kadar dissolved oxygen (DO) pada sampel | Berupa nilai BOD dalam mg/L atau ppm. |
Dalam pengujiannya, terdapat prasyarat sampel yang dapat dilakukan uji biochemical oxygen demand (BOD). Adapun persyaratan tersebut tercantum dalam APHA 5210 dan SNI Nomor 6989 bagian 72 Tahun 2009, yang mencakup :
Sampel tidak boleh mengandung zat toksik seperti klorin dan turunannya, logam berat, peroksida dan lainnya;
Sampel harus dikondisikan pada rentang pH 6.5 - 7.5;
Sampel harus dikondisikan pada suhu 20oC pada saat uji, dengan menggunakan inkubator khusus BOD;
Sampel tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam dari saat dikumpulkan.
Jawaban :
Jika pH sampel tidak sesuai, maka diperlukan penambahan larutan asam atau basa encer seperti asam sulfat (H2SO4) atau natrium hidroksida (NaOH) untuk mengkondisikan pH sampel pada titik target.
Jawaban :
Dalam kasus sampel yang mengandung zat toksik, perlu ditambahkannya larutan basa hingga pH berada diatas 8 atau 9. Hal ini dimaksudkan untuk mengendapkan ion logam tersebut menjadi endapan hidroksida. Larutan basa yang umumnya digunakan adalah larutan NaOH. Jika ion logam telah mengendap semua, sampel kemudian didekantasi dan diturunkan pH nya kembali dengan penambahan larutan asam seperti asam sulfat.
Jawaban :
Perlu dicatat untuk industri yang menggunakan proses klorinasi, maka analis wajib mengukur kadar klorin yang terkandung dalam air limbah yang hendak diuji. Terdapat 2 opsi perlakuan yang dapat dipilih berdasarkan tinggi atau rendahnya kadar klorin. Jika kadar klorin rendah, maka sampel hanya perlu didiamkan dalam suhu ruang selama kurun waktu 30 - 60 menit, agar klorin menguap. Namun jika kadar klorin cukup tinggi, maka sampel perlu ditambahkan dengan natrium sulfit. Tentunya, jumlah natrium sulfit yang perlu ditambahkan tetap harus dikaji sesuai dengan karakteristik sampel yang dianalisa.
Jawaban :
Tercantum dalam SNI 6989 Bagian 72 Tahun 2009 bahwa sampel uji BOD hanya dapat dianalisa dalam kurun waktu 1 x 24 jam dari saat pengumpulan sampel. Sampel dapat disimpan dalam suhu ruang jika analisa dilakukan dalam kurun waktu 2 jam. Namun jika lebih dari 2 jam, maka sampel perlu disimpan dalam inkubator dengan suhu dibawah atau sama dengan 4oC. Penggunaan kulkas tidak disarankan dalam hal ini karena suhu pada kulkas yang kurang stabil dibandingkan inkubator.
Jawaban :
Keberhasilan uji BOD ditentukan dari beberapa faktor. Selain dari persiapan sampel yang dipersyaratkan, pengkondisian sampel dan instrumen yang digunakan juga memegang peran penting. Sebelum inkubasi, analis harus benar - benar memastikan bahwa botol BOD yang berisikan sampel telah tertutup dengan rapat (tidak bocor). Selain itu, analis juga harus memperhatikan kriteria dari alat yang digunakan. Umumnya jika menggunakan alat DO meter, kadar oksigen yang tersisa pada sampel setelah tahap inkubasi tidak boleh dibawah 1 atau 2 mg/L. Hal ini tentunya berkaitan dengan sensitivitas sensor tersebut. Namun jika analis menggunakan alat respirometer atau BOD meter, analis perlu melakukan pemantauan setiap 1 x 24 jam untuk mengetahui nilai BOD di setiap harinya yang perlu diplot pada kurva. Kurva Uji BOD yang baik terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kurva Uji BOD
Jawaban :
Analis perlu mengulang uji BOD dengan sampel yang baru dan memastikan keseluruhan proses yang dilakukan telah sesuai prosedur. Untuk mencegah gagalnya uji BOD, analis perlu mengkaji ulang dan mengevaluasi alasan kegagalan uji BOD tersebut dari hasil kurva yang telah didapatkan. Jika hasil kurva menyatakan adanya kekurangan jumlah bakteri, maka analis perlu menambahkan benih bakteri tambahan pada sampel. Namun jika hasil kurva menyatakan adanya kebocoran, maka analis perlu lebih berhati - hati dalam menutup sampel sebelum inkubasi dilakukan.
Dari beberapa tantangan yang telah dijabarkan diatas, manakah yang pernah Anda alami?
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. 2018. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.21 Tahun 2018 tentang ‘Perubahan Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah’
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2016 tentang ‘Baku Mutu Air Limbah Domestik’
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang ‘Baku Mutu Air Limbah’