Tahukah Anda, zat pewarna yang dipakai pada makanan dan minuman dapat berbahaya bagi kesehatan? Zat pewarna ini juga disebut sebagai zat aditif, yaitu bahan yang ditambahkan dan dicampurkan ke dalam produk makanan dan minuman selama proses pengolahan, penyimpanan, dan pengemasan. Zat ini berguna untuk memberi kesan menarik terhadap makanan dan minuman itu sendiri, serta untuk menggugah selera konsumen untuk mengonsumsi produk tersebut. Penggunaan zat pewarna ini masih diperbolehkan selama pewarna yang digunakan termasuk dalam golongan pewarna makanan dan minuman. Namun dalam penggunaannya, penggunaan zat aditif tetaplah harus dalam pengawasan, yakni penggunaannya sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Oleh karena itu, uji zat pewarna ini perlu dilakukan sebelum produk dipasarkan, hal ini guna untuk menjamin produk yang dipasarkan telah aman untuk dikonsumsi.
Penggunaan pewarna makanan dan minuman di Indonesia diatur secara ketat oleh Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Menurut regulasi, pewarna makanan dan minuman dikategorikan menjadi pewarna alami dan sintetis.
Pewarna Alami dan Sintetis pada Makanan dan Minuman
Menurut BPOM, pewarna alami adalah bahan tambahan pangan yang dibuat melalui proses ekstraksi, isolasi, atau derivatisasi (sintesis parsial) dari tumbuhan, hewan, mineral, atau sumber alami lain. Hingga kini, pemakaian pewarna makanan alami dianggap lebih aman dan kurang menimbulkan efek samping.
Beberapa jenis pewarna yang tergolong alami mengandung zat-zat, seperti:
Selain itu, pewarna makanan dan minuman sintetis juga aman digunakan, asalkan memang diperuntukkan bagi bahan tambahan pangan dan tidak digunakan secara berlebihan. Terdapat 11 jenis pewarna sintetis yang disebut aman oleh BPOM, yaitu:
Namun, hal yang perlu diwaspadai adalah adanya kecenderungan penggunaan yang salah dengan penggunaan bahan pewarna untuk keperluan lain, misalnya pewarna tekstil yang mengandung bahan kimia berbahaya. Mewarnai makanan dan minuman dengan bahan kimia berbahaya dapat merugikan kesehatan konsumen.
Pewarna Makanan yang Berbahaya
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 239/ Menkes/ Per/ V/ 1985 tentang Zat Warna Tertentu yang dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya, termasuk rhodamin B dan kuning metanil. Pelarangan tersebut tentunya berkaitan dengan dampaknya yang merugikan kesehatan manusia.
1. Rhodamine B
Pewarna rhodamine B harusnya digunakan sebagai pewarna kertas, tekstil (sutra, wool, kapas), sabun, kayu, dan kulit. Rhodamine B juga sering digunakan sebagai reagensia di laboratorium untuk pengujian beberapa bahan kimia, seperti antimon, kobal, niobium, emas, mangan, air raksa, tantalum, talium dan tungsten yang menggunakan air raksa. Secara fisik, rhodamin B merupakan padatan kristal hijau atau serbuk ungu kemerahan, sedangkan warna yang dihasilkan adalah merah kebiruan yang mencolok. Bila masuk ke tubuh manusia, misalnya lewat makanan, rhodamine B dapat mengakibatkan keracunan hingga menumpuk di tubuh dan menyebabkan gangguan fungsi hati, bahkan munculnya sel-sel kanker hati.
2. Kuning Metanil
Pewarna ini merupakan pewarna pada tekstil dan cat, serta bisa juga digunakan sebagai indikator reaksi netralisasi (asam-basa). Kuning metanil terbuat dari asam metanilat dan difenilamin yang berbahaya jika digunakan sebagai pewarna makanan.Ketika zat kimia berbahaya ini masuk ke tubuh manusia, reaksi bahayanya mungkin tidak akan terasa pada saat itu juga. Namun, penumpukan zat kimia dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan munculnya tumor dalam jaringan hati, kandung kemih, saluran pencernaan, atau jaringan kulit.
Cara Uji Pewarna Tambahan pada Makanan dan Minuman
Penjaminan mutu produk makanan dan minuman salah satunya adalah uji warna. Uji warna pada makanan dan minuman dilakukan dengan prinsip pengerjaan sebagai berikut:
Gambar 1. Rotary evaporator (rotavapor), water chiller, dan vacuum pump.
Dari penjabaran diatas, telah dibahas bahwa berbagai bahan pewarna yang digunakan sebagai pewarna makanan dan minuman. Namun tingkat bahaya yang ditimbulkan bergantung pada takaran yang digunakan dan perlu diuji tingkat keamanannya.
Referensi:
(Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 472/ Menkes/ Per/ V/ 1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 722/ Menkes/ Per/ IX/ 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 239/ Menkes/ Per/ V/ 1985 tentang Zat Warna Tertentu yang dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2006. Bahan Berbahaya yang Dilarang untuk Pangan. Website resmi BPOM. https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/139/BAHAN-BERBAHAYA-YANG-