Tahukah Anda bahwa Aflatoksin dapat memicu kanker? Aflatoksin adalah zat yang dilepaskan oleh beberapa jamur Aspergillus, yang tumbuh pada bahan atau produk makanan. Zat ini telah diklaim oleh International Agency for Research on Cancer (IARC) sebagai senyawa yang dapat memicu kanker, sehingga diwajibkan bagi para pelaku industri makanan dan minuman untuk menguji kadar senyawa ini. Hal ini tertulis dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Batas Maksimum Cemaran Kimia Dalam Pangan Olahan, tepatnya pada Pasal II Ayat 3 huruf a. Zat ini dapat diuji melalui beberapa metode kromatografi. Homogenitas adalah hal yang paling esensial dari tahap pengujian kromatografi. Sampel yang tidak homogen akan menyebabkan pergeseran retensi atau bahkan tidak akuratnya hasil analisis.
Jamur Aspergillus adalah jenis jamur yang biasa tumbuh pada area dengan iklim panas dan lembab. Jamur ini banyak tumbuh pada rentang suhu 27 - 40oC dengan kelembaban 85%. Jamur ini biasanya mudah tumbuh pada bahan makanan seperti nasi, susu dan produk olahannya, jagung, kacang - kacangan, permen dengan perisa dan lainnya. Jamur Aspergillus dapat tumbuh pada jenis bahan - bahan yang telah disebutkan baik pada saat proses manufaktur maupun pada saat panen. Diantara banyak spesies dari jamur Aspergillus, 4 diantara perlu diwaspadai karena menghasilkan mikotoksin, yakni bahan kimia beracun. Bahan kimia ini beracun untuk hewan ternak maupun manusia, dan jika termakan dapat menyebabkan suatu penyakit jangka panjang.
Salah satu jenis mikotoksin yakni Aflatoksin yang jumlahnya perlu ditekan. Lebih detailnya, ada 2 jenis jamur Aspergillus yang melepaskan zat ini, yaitu Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus. Ada berbagai tipe aflatoksin, dimana yang dikenal paling berbahaya adalah aflatoksin B1. Jenis aflatoksin lainnya yakni Aflatoksin B2, G, M1, dan M2. Nilai referensi untuk Aflatoksin ini tercantum dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 8 Tahun 2018 yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Referensi Kadar Aflatoksin pada Bahan dan Produk Pangan (BPOM, 2018)
Telah disinggung pada paragraf sebelumnya bahwa zat aflatoksin dapat diketahui kadarnya dengan menggunakan metode kromatografi. Teknik kromatografi yang dapat digunakan pun beragam dengan alat yang juga bervariasi, yakni kromatografi Lapis Tipis (KLT), kromatografi cair kinerja tinggi (High Performance Liquid Chromatography/ HPLC), kromatografi gas (Gas Chromatography), dan kromatografi cair kinerja tinggi - fase balik (HPLC - R). kadar aflatoksin yang sangat rendah pun menjadi tantangan sendiri untuk mendeteksi keberadaan serta mengukur kadarnya secara pasti. Dibutuhkan perlakuan khusus yang dapat menunjang kebutuhan uji ini.
Salah satu faktor yang dapat menjadi efek domino adalah cara preparasi sampel. Mengapa? Sampel yang dipersiapkan dengan baik akan menghasilkan hasil pengujian yang akurat dan presisi. Tercantum dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 9330 Tahun 2024 terkait panduan untuk menguji Aflatoksin pada sampel, yakni dimulai dengan tahap ekstraksi dan diikuti dengan tahap kalibrasi kurva dan tahap deteksi hasil yang dilakukan dalam menggunakan instrumen HPLC.
Untuk mengekstraksi aflatoksin dari sampel, dibutuhkan proses homogenisasi sampel dengan larutan hidroalkohol, hasil pelarutan ekstrak kemudian diproses dengan menambahkan larutan garam buffer fosfat. Hasilnya lalu dimurnikan pada kolom imunoafinitas yang mengandung antibodi spesifik untuk AFB1. Mikotoksin kemudian dielusi dengan metanol dan ditentukan kadarnya pada HPLC R dengan deteksi spektrofluorometri yang didahului oleh kolom derivatisasi. Dalam konteks ini, setiap sampel perlu digiling dan dicampur secara menyeluruh melalui proses homogenisasi agar homogenitas tercapai dengan optimal.
Proses homogenisasi dilakukan dengan menggunakan Alat Homogenizer atau disebut juga dengan Alat Disperser. Alat ini terdiri dari controller, shaft dan stator/rotor. Alat ini bekerja dengan rotasi rotor kecepatan tinggi dalam stator yang memunculkan tekanan hisap, membawa cairan serta material padatan ke pusat perangkat dispersi. Gaya sentrifugal dari rotor menyebabkan partikel lebih besar berinteraksi dengan stator sehingga ukuran partikel menjadi lebih kecil. Dengan pergerakkan yang kontinu dan konstan selama siklus pencampuran dan pembauran, partikel yang lebih kecil akan keluar dari perangkat dispersi dan material baru akan masuk untuk menjaga siklus pengadukan. Dalam hal ini, sampel akan mengalami gaya gesek mekanik alami yang memungkinkannya untuk terhomogenisasi, teremulasi, tersuspensi atau terdisintegrasi dengan cepat.
Gambar 1. Tampilan Alat Homogenizer atau Disperser Tool
Gambar 2. Hasil Homogenisasi (a) Larutan Hidroalkohol sebelum ditambahkan sampel, dan (b) Hasil Campuran Setelah Penambahan Kacang Pistachios
Dari Gambar 2, dapat dilihat bahwa hasil campuran menggunakan Alat Homogenizer atau Disperser Tool memiliki tekstur sangat halus dan material tercampur dengan sempurna. Hal ini tentunya dapat menjadi gambaran bahwa penggunaan Alat Homogenizer atau Disperser Tool sangat membantu untuk tercapainya homogenitas sampel dalam tahap persiapan uji, terutama untuk menghindari sumbatan kolom uji pada alat kromatografi, maupun untuk memastikan bahwa proses elusi berlangsung secara optimal.
Referensi :
Aini, Nurul. 2012. Aflatoksin: Cemaran dan Metode Analisisnya dalam Makanan, Jurnal Kefarmasian Indonesia, Vol 2.2, Hal : 54 - 61
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2018. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 8 Tahun 2018 tentang “Batas Maksimum Cemaran Kimia dalam Pangan Olahan”
Badan Standardisasi Nasional 2024. Standar Nasional Indonesia Nomor 9330 Tahun 2024 tentang “Susu dan susu bubuk — Penentuan kandungan aflatoksin M1 — Clean-up dengan kromatografi imunoafinitas dan penentuan dengan kromatografi cair kinerja tinggi”
Prof. Dr. Ir, Endang Sutriswati Rahayu, M.S. 2020. Aspergillus flavus dan Para Saudara Dekatnya, https://cfns.ugm.ac.id/2020/08/15/aspergillus-flavus-dan-para-saudara-dekatnya/ diakses pada Tanggal 5 Februari 2025 Pukul 14:16 WIB
Rosyidhana, S.P., Zulfa . 2020. Mengenal Cemaran Mikotoksin Pada Produk Hasil Pertanian, https://dpkp.jogjaprov.go.id/baca/Mengenal+Cemaran+Mikotoksin+Pada+Produk+Hasil+Pertanian/211220/3a4e023e5a6ec3ff66fa89dc1cad834c1502b5113f7dfde0addf1078e7c4aa8f263#:~:text=Mikotoksin%20merupakan%20bahan%20kimia%20beracun,yang%20dapat%20mencemari%20produk%20pertanian. Diakses pada Tanggal 5 Februari 2025 Pukul 14.44 WIB
Velp Scientifica. 2023. Aflatoxin Test: How to Homogenize The Sample For Testing, Application Note F&F-M-014-2023/A1
Sumber Gambar :
US Department of Agriculture. https://aglab.ars.usda.gov/fuel-your-curiosity/organic-farming/biodegradable-spray-keeps-the-toxins-away
Velp Scientifica. 2023. Aflatoxin Test: How to Homogenize The Sample For Testing, Application Note F&F-M-014-2023/A1