Sumber Aneka Karya Abadi - Your trusted partner for laboratory instrument

Search
Uji Protein : Metode Kjeldahl atau Metode Dumas?

Uji Protein : Metode Kjeldahl atau Metode Dumas?

Monday, 28 October 2024

Banyak nya metode yang dapat digunakan untuk uji protein memberikan opsi dan alternatif bagi para analis untuk mempertimbangkan metode yang paling tepat untuk karakteristik sampel yang diuji. Beberapa diantaranya adalah metode Kjeldahl dan metode Dumas. Pernahkah Anda mendengar kedua metode tersebut? Benar, metode Kjeldahl merupakan metode yang terdiri dari beberapa langkah dan melibatkan beberapa reagen, terutama asam sulfat pekat, sedangkan metode Dumas merupakan metode yang didasarkan pada proses pembakaran. Mari kita bahas keduanya lebih lanjut di artikel ini.

 
Metode Kjeldahl
 

Metode Kjeldahl merupakan metode yang paling lama dan sangat banyak digunakan oleh para pelaku industri baik untuk uji protein maupun total nitrogen Kjeldahl. Cakupan aplikasinya sangat luas meliputi industri makanan dan minuman, pengolahan air dan air limbah, pakan, petrokimia, polimer, pengolahan pulp dan kertas, tekstil dan lain - lain. Metode ini dicetuskan pertama kali oleh John Kjeldahl (1983) dengan menggunakan sistem sederhana dengan beberapa tahapan. Hingga sekarang tahapan tersebut tetap sama yakni tahap destruksi, tahap destilasi dan tahap penentuan kadar. Tahapan tersebut dijabarkan secara ringkas sebagai berikut : 

1. Tahap Destruksi (Digestion Step)
Pada tahap ini, sampel direaksikan dalam suasana asam dengan kalium sulfat dan katalis pada suhu tinggi, berkisar 350oC - 420oC. Tahap ini ditujukan untuk memecah ikatan dari nitrogen sehingga menghasilkan nitrogen dalam keadaan bebas berupa ion amonium. Tahap ini dalam dilakukan dengan menggunakan alat konvensional maupun instrumentasi modern. Dalam berbagai aplikasi, banyak para analis yang lebih memilih untuk menggunakan alat digester Kjeldahl modern karena lebih praktis, durasi tercapainya suhu lebih cepat dan suhu aktual sistem yang dapat muncul pada display alat. Jumlah posisi pada alat digester Kjeldahl yang cukup banyak pun juga dapat menjadi opsi agar uji Kjeldahl yang dilakukan lebih cepat dan lebih efisien meskipun sampel yang dianalisis cukup banyak. Tentunya kelebihan - kelebihan ini yang menjadikan instrumen digester Kjeldahl lebih diminati dibandingkan alat konvensional. Pada aplikasi makanan persamaan reaksi pada tahap destruksi dapat ditulis dengan :

Tahap ini merupakan tahap awal preparasi sampel untuk uji Kjeldahl sehingga proses destruksi harus dioptimalkan semaksimal mungkin. Hasil destruksi yang ideal adalah cairan atau gel yang bening. Jika masih terdapat endapan hitam pada hasil destruksi, maka dipastikan bahwa proses destruksi belum optimal. 

Gambar 1. Hasil Destruksi Kjeldahl (a) Optimal dan (b) tidak optimal

2. Tahap Destilasi (Distillation Step)

Tahap selanjutnya dari tahap destruksi adalah tahap destilasi, dengan catatan sampel telah dingin. Pada tahap ini amonium dalam sampel hasil destruksi akan bereaksi dengan larutan NaOH dan diuapkan sehingga menghasilkan gas amonia. Gas ammonia ini kemudian ditangkap oleh larutan penjerap. Larutan penjerap yang biasanya digunakan adalah asam borat (H3BO3). Jika sampel hendak ditentukan kadarnya dengan menggunakan metode titrimetri dengan indikator warna, maka penambahan larutan indikator wajib dilakukan pada tahap ini. 

Pada pelaksanaanya, tahap ini dapat dilakukan dengan menggunakan sistem glassware ataupun unit destilasi Kjeldahl. Bahkan saat ini unit destilasi Kjeldahl juga menyediakan beberapa model, salah satunya adalah yang telah dilengkapi dengan alat titrator otomatis. 

Gambar 2. Rangkaian Alat dan Tahapan pada Metode Kjeldahl (A) Cara Konvensional, (B) Cara Modern

3. Tahap Penentuan Kadar (Determination Step)
Setelah destilat terkumpul dari proses destilasi, penetapan kadar harus segera dilakukan untuk mencegah menguapnya gas amonia dalam larutan penjerap. Penentuan kadar dapat dilakukan secara spektrofotometri ataupun titrimetri yang bergantung pada jenis sampel uji. Untuk sampel yang pekat, metode spektrofotometri tidaklah relevan karena daya ukurnya yang terbatas, sebaliknya metode titrimetri sangatlah direkomendasikan pada tahapan ini. Uji titrimetri dapat dilakukan secara alkalimetri ataupun secara potensiometri, baik dengan menggunakan alat konvensional maupun menggunakan alat titrator otomatis.
 
 
 
Metode Dumas

Metode Dumas adalah metode yang lebih modern dibandingkan metode Kjeldahl. Prinsipnya adalah dengan memanfaatkan perubahan senyawa nitrogen menjadi gas NOx dengan proses pembakaran. Dalam instrumen yang diperuntukkan pada metode Dumas, terdapat furnace yang difungsikan untuk membakar dan mengabukan sampel hingga dihasilkan gas karbondioksida (CO2), uap air (H2O) dan gas NOx. Instrumen ini juga dilengkapi dengan sistem penjerap uap air dan gas karbon dioksida, sehingga detektornya hanya menangkap gas NOx. Gas NOx yang ditangkap oleh detektor kemudian diubah menjadi suatu sinyal yang ditangkanp oleh detektor (TCD) dan diproses oleh sistem dengan kalkulasi secara otomatis sehingga nilai total nitrogen dan protein dapat muncul pada display Alat. Ilustrasi dari proses ini digambarkan pada Gambar 4. 

Gambar 4. Ilustrasi Proses pada Metode Dumas

 

Metode Kjeldahl vs Metode Dumas

Sebelum kita membandingkan masing - masing metode, ada baiknya kita telusuri kelebihan dan kekurangan dari masing - masing metode Kjeldahl maupun metode Dumas. Kelebihan dan kekurangan dari masing - masing metode ini dirangkum pada Tabel 1.
 
Tabel 1. Kelebihan dan Kekurangan Metode Kjeldahl dan Metode Dumas
Metode Kelebihan Kekurangan
Metode Kjeldahl
  1. Merupakan Metode Standar Pengujian Protein secara Internasional
  2. Aplikasinya mencakup semua jenis sampel dan aplikasi industri
  3. Memiliki Tingkat linieraritas yang tinggi.
  4. Akurasi dan presisi tinggi.
  5. Sebagai pembanding utama terhadap seluruh metode uji protein lainnya
  1. Setiap aplikasi membutuhkan faktor konversi protein yang berbeda - beda
  2. Membutuhkan banyak reagen dalam analisanya, dan kebanyakan reagennya bersifat toksik
  3. Durasi yang diperlukan untuk uji relatif lebih lama.
  4. Kurang ramah lingkungan.*
Metode Dumas
  1. Durasi waktu yang dibutuhkan cukup singkat jika dibandingkan dengan metode Kjeldahl.
  2. Tidak membutuhkan reagen dalam prosesnya.
  3. Mudah untuk digunakan.
  4. Tidak bersifat toksik dan ramah lingkungan
  1. Biaya awal analisa yang cukup tinggi karena instrumentasinya.
  2. Membutuhkan acuan faktor koreksi karena adanya perbedaan jenis asam amino dalam rantai protein.
  3. Dibutuhkan penggantian kolom secara berkala. 

 

Dari Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa setiap metode memiliki kekurangan dan kelebihannya masing - masing. Namun bagaimana jika keduanya dibandingkan dengan cara mengaplikasikan kedua uji pada 1 sampel yang sama? Dilansir dari Application Note Velp, dilakukan pengujian nilai %protein dan % nitrogen terhadap sampel barley yang telah diketahui nilai referensi % proteinnya setara dengan 7.560 ± 0.282 g/100g. Hasilnya diperlihatkan sebagai Tabel 2. 

Tabel 2. Hasil Uji Protein pada Barely dengan menggunakan Metode Dumas dan Kjeldahl

Dari Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa kedua metode tersebut menghasilkan angka yang masih dalam rentang akurasi standar yang digunakan. Hal ini menandakan bahwa kedua metode tersebut, baik metode Kjeldahl maupun metode Dumas tetap relevan untuk diaplikasi sebagai metode uji untuk uji protein dan nitrogen. Namun jika dibandingkan, nilai yang dihasilkan dari verifikasi sampel pada metode Kjeldahl lebih dekat dengan nilai referensi dibandingkan nilai yang dihasilkan dari metode Dumas. Dengan kata lain, akurasi dan presisi metode Kjeldahl lebih tinggi dibandingkan metode Dumas. Hal ini menandakan bahwa meski metode Kjeldahl melibatkan banyak reagen toksik, namun hasilnya sangat memuaskan untuk dipakai sebagai metode standar untuk uji protein dan total nitrogen.

 
 

Referensi : 

Badan Standardisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia Nomor 2981 tentang Cara Uji Makanan dan Minuman

Goulding, D.A., dkk. 2020. Chapter 2 - Milk proteins: An overview, https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/B9780128152515000025 diakses pada 20 Oktober 2024

Hayes, Maria. 2020. Measuring Protein Content in Food: An Overview of Method, Foods, Vol. 9 (10) : 1340, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7597951/ diakses pada 20 Oktober 2024

Velp Scientifica. 2017. N/Protein Determination in Barley, Dumas and Kjeldahl Method Comparison, Velp Application Note, F&F-D-003-2017/A3

Previous Article

Penentuan Protein/Nitrogen dalam Produk Dairy: Metode Kjeldahl dan Dumas

Friday, 25 October 2024
VIEW DETAILS

Next Article

Kualitas Air Budidaya Ikan Air Tawar

Monday, 04 November 2024
VIEW DETAILS