Pernahkah Anda melihat endapan hitam tak larut pada hasil destruksi Kjeldahl? Munculnya endapan hitam merupakan salah satu indikasi bahwa proses destruksi belum optimal. Endapan ini merupakan hasil oksidasi molekul hidrokarbon dalam sampel yang tidak sempurna untuk berubah menjadi karbon dioksida (CO2). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti karakteristik sampel, tipe katalis, preparasi sampel yang tidak sesuai, atau justru instrumen yang digunakan. Contoh ini adalah satu dari banyak kendala yang cukup sering terjadi pada uji protein menggunakan metode Kjeldahl. Apa saja kendala lainnya? Dan bagaimana langkah strategis yang perlu ditempuh sebagai solusi dari kendala - kendala tersebut? Artikel ini akan membahas beberapa kendala yang cukup sering terjadi saat pelaksanaan metode Kjeldahl.
Metode Kjeldahl adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk uji protein, dan sekaligus metode baku yang dijadikan standar untuk seluruh metode uji protein lainnya. Dalam artikel sebelumnya telah dibahas perbedaan antara metode Kjeldahl dan metode Dumas, yang berkesimpulan bahwa metoda Kjeldahl lebih presisi dan akurat dibandingkan metode Dumas. Selain itu, metode Kjeldahl juga memiliki cakupan aplikasi yang sangat luas dengan berbagai karakteristik sampel. Terdiri dari 3 tahap, metode ini dapat dilakukan baik secara konvensional maupun dengan instrumentasi modern.
Metode Kjeldahl dilakukan dengan melakukan destruksi terhadap sampel terlebih dahulu pada suhu 380 - 420oC dalam suasana asam dengan adanya penambahan asam sulfat (H2SO4) dan katalis sebagai opsi. Durasi tahap destruksi ini beragam, yang mana bergantung pada tipe sampel yang dianalisis dan ada atau tidaknya penambahan katalis. Tujuan perlakuan ini adalah untuk memecah ikatan peptida pada protein dan mengubah asam amino menjadi senyawa ammonium terlarut. Hasil destruksi kemudian didinginkan hingga mencapai suhu ruang dan analisis dilanjutkan pada tahap destilasi. Pada tahap ini, terjadi reaksi dalam keadaan basa sehingga ion amonium hasil destruksi berubah menjadi gas ammonia. Diperlukan larutan penjerap (receiver solution) sebagai wadah sementara untuk menangkap gas ammonia yang terproduksi.
Uji dilanjutkan dengan tahap determinasi protein dengan cara titrimetri yakni dengan menitar larutan penjerap hasil destilasi dengan larutan asam encer, biasanya larutan yang digunakan adalah asam klorida (HCl) atau asam sulfat (H2SO4). Teknik pengujian lain juga dapat digunakan yakni secara spektrofotometri dengan menggunakan alat spektrofotometer. Hanya saja, teknik pengujian spektrofotometri memiliki keterbatasan terutama dalam jangkauan kadar yang dapat dideteksi oleh alat. Alat ini hanya dapat mengukur sampel dengan kadar analit yang relatif rendah karena syarat terbacanya suatu sampel pada alat spektrofotometer adalah sampel harus berupa larutan bening dan encer. Biasanya teknik ini dapat diaplikasikan untuk sampel air limbah hasil pengolahan, yang mengandung kadar nitrogen kecil (ppm). Untuk jenis sampel seperti pakan, makanan, susu dan produk turunannya, daging, dan sejenisnya, penggunaan metode titrimetri amat sangat dianjurkan karena penghitungan kadarnya yang tidak dapat dijangkau lagi oleh metode spektrofotometri.
Gambar 1. Rangkaian Persamaan Reaksi Kimia Setiap Tahapan metode Kjeldahl
Setiap analisis pasti memiliki tentangannya masing - masing, yang mungkin dikarenakan oleh human error, faktor lingkungan maupun instrumentasi, yang dapat berpengaruh pada akurasi uji yang dilakukan. Mari kita bahas satu per satu dimulai dari kendala yang disinggung di awal artikel.
Penjelasan : Seperti yang kita ketahui, bahwa proses destruksi sampel akan menghasilkan cairan atau jeli bening, dengan warna yang sesuai dengan jenis katalis yang digunakan. Jika pada prosesnya menggunakan tembaga (II) sulfat (CuSO4), maka larutan akan cenderung berwarna biru bening, begitupun jika menggunakan katalis lainnya yang memiliki warna dasar lain. Ini adalah indikasi bahwa proses destruksi berlangsung dengan optimal. Persamaan reaksi yang terjadi :
Endapan hitam yang muncul pada hasil destruksi adalah indikasi sebaliknya dari destruksi yang ideal. Dengan kata lain, proses destruksi masih kurang optimal. Endapan hitam ini adalah hasil samping reaksi oksidasi hidrokarbon pada sampel yang tidak sempurna untuk teroksidasi lebih lanjut menuju bentuk oksida tertingginya, yakni karbondioksida (CO2). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kurang lamanya durasi proses destruksi yang dilakukan, katalis yang digunakan belum sesuai atau justru karena performa instrumen destruksi yang digunakan sudah turun.
Solusi yang direkomendasikan :
Analis dapat melakukan tracking terhadap kendala dengan melakukan proses verifikasi dan kalibrasi terhadap Alat Destruksi Kjeldahl yang digunakan. Tentunya Alat Destruksi Kjeldahl dengan display digital akan sangat membantu proses ini. Pemilihan instrumen digester pun perlu menjadi sorotan untuk memastikan bahwa alat tersebut mampu untuk digunakan dalam aplikasi ini. Selain instrumen, analis juga dapat melakukan trial terhadap proses destruksi dengan menggunakan tablet katalis, yang sudah terformulasi untuk sejumlah sampel yang diuji.
Penjelasan : Penggunaan katalis dapat mengoptimalkan sekaligus mempercepat proses reaksi. Jenis katalis pun dibagi sesuai dengan karakteristik sampel yang digunakan. Katalis yang umumnya digunakan untuk proses destruksi Kjeldahl antara lain : merkuri (Hg), tembaga (Cu), selenium (Se), dan titanium oksida (TiO2).
Solusi yang direkomendasikan untuk produk Pakan :
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia yang merujuk pada Association of Official Analytical Chemists International (AOAC) 2001.11, katalis tembaga (II) sulfat direkomendasikan untuk proses destruksi sampel pakan. Selain tembaga, selenium juga dapat dijadikan sebagai alternatif referensi. Jenis katalis lain untuk aplikasi diluar pakan dapat dibaca pada artikel berikut : Memilih Katalis Yang Tepat Untuk Uji Protein Metode Kjeldahl.
Penjelasan : Larutan NaOH yang digunakan pada tahap destilasi bersifat alkalis. Rentang konsentrasi yang dapat digunakan yakni 30 - 40%, ditambah dengan suhu uap yang cukup tinggi dan pemaparan terus menerus sehingga cukup alkalis untuk melunakan komponen kaca. Hal ini tentunya menyebabkan kebocoran yang dapat mengganggu proses destilasi.
Solusi yang direkomendasikan:
Analisa dapat melakukan konfirmasi pada vendor terkait apakah instrumen destilasi Kjeldahl tersebut tahan terhadap paparan larutan NaOH alkalis yang terus menerus disertai suhu tinggi. Sebagai alternatif, memilih Alat destilasi Kjeldahl yang telah disertai dengan kondensor titanium dapat dijadikan referensi. Tidak hanya kuat, proses kondensasi pada kondensor ini juga terbukti lebih optimal dengan penggunaan air kondensasi yang lebih efisien dibandingkan dengan kondensor kaca.
Penjelasan : Kendala ini umumnya dialami oleh analis yang masih menggunakan cara konvensional untuk melakukan destilasi untuk metode Kjeldahl. Durasi dari proses destilasi secara konvensional ini mungkin dapat mencapai lebih dari 2 jam.
Solusi yang direkomendasikan :
Dewasa ini, telah banyak instrumen destilasi Kjeldahl modern yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan dan mempercepat proses destilasi, dengan durasi total hanya 3 - 5 menit. Bahkan terdapat Alat Destilasi Kjeldahl yang telah dilengkapi Titrator Otomatis dengan durasi total durasi dari proses destilasi dan titrasi maksimal hingga 5 menit, dengan hasil perhitungan otomatis dan tersimpan dalam folder arsip alat.
Penjelasan : Hasil yang tidak sesuai dengan kriteria standar dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti jeda waktu yang relatif lama dari proses destilasi ke proses titrasi, kesalahan pemilihan faktor dalam perhitungan, maupun kesalahan paralaks.
Solusi yang direkomendasikan :
Analis disarankan untuk segera menitar larutan hasil destilasi, karena gas amonia yang terperangkap dalam larutan penjerap (H3BO3) sangat mudah lepas disebabkan oleh pengaruh suhu. Gas amonia ini merepresentasikan protein, sehingga hilangnya sebagian gas amonia dapat menyebabkan hasil tidak akurat. Jika kesalahan paralaks menjadi faktor utama penyebab hal ini, maka ada baiknya jika analis menggunakan instrumen modern seperti Alat Automatic Titrator agar hasil lebih objektif. Namun jika hal ini karena salah memilih faktor, maka analis perlu untuk mengkaji Tabel faktor konversi protein kembali. Namun jika analis telah menggunakan Alat Destilasi Kjeldahl modern, faktor konversi ini sudah tercatat berdasarkan referensi AOAC pada galeri program maupun buku manual Alat, yang tentunya akan jauh memudahkan analis dalam menentukan kadar protein pada sampel.
Referensi :
Campbell, Walter R dan Marion I Hanna. 1937. The Determination of Nitrogen by Modified Kjeldahl Methods. The Journal of Biological Chemistry, Vol. 119, No. 1
Goulding, D.A., dkk. 2020. Chapter 2 - Milk proteins: An overview, https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/B9780128152515000025 diakses pada Tanggal 4 Februari 2025
Velp Scientifica. 2017. N/Protein Determination in Barley, Dumas and Kjeldahl Method Comparison. Application Note, F&F-D-003-2017/A3
Velp Scientifica. 2020. The Kjeldahl Method
W Latimer, Jr., Dr. George. 2023. Official Methods of Analysis of AOAC INTERNATIONAL (22nd Edition)